Rabu, 30 Oktober 2013

Kuntilanak Yang Bandel

Ilustrasi
klenikmisteri.blogspot.com - Cerita ini pernah saya alami sendiri di rumah kediamanku.Disebuah rumah dengan ada tambahan tangga di belakang rumah untuk akses naik ke ruangan atas.Nah, tepatnya di bawah tangga yang posisinya pojok menjadikan area bawah tangga menjadi temaram dan suram karena tidak terkena cahaya matahari dan di samping tangga letak posisi kamar mandi.Disitulah bersemayam satu hantu Kuntilanak.Kejadian bertemu dengan kuntilanak tersebut tepatnya aku alami masih pada masa kuliah. Singkat cerita waktu ketemuan dengan mbak kunti pada waktu dini hari. Posisi waktu kejadian, saya lagi tidur di sebuah sofa kamar tamu.Aku pakai sofa yang panjang, karena aku lebih suka tidur di sofa, selain empuk dan lembut lapisan sofanya, udaranya juga fresh.Tepat pukul 2 pagi, spontan aku terbangun, mataku tertuju ke sofa pendek posisinya di depanku. Aku lihat samar-samar sosok cewek dengan baju putih menutupi tangan dan kakinya lagi nangkring diatas sofa, rambutnya yang panjang hitam menjuntai kedepan menutupi semua wajahn dan tangannya. Lagi - lagi aku tidak percaya dengan apa yang kulihat, kemudian aku usap-usap matuku beberapa kali, dan aku lihat lagi kuntilanak itu sudah menghilang. Kejadian tersebut akhirnya menjadi pengalaman mistis buatku, dan sudah berjalan lama sampai sekarang belum ada kejadian kemunculan kuntilanak tersebut. 

Aku merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara semuanya cowok.dan saudara -saudaraku semuanya sudah berkeluarga termasuk aku, cuma tinggal yang nomer 4 yang belum menikah.Kebetulan tahun ini dia menikah mendapatkan cewek jakarta.Nah, ternyata bakal istrinya adikku ini punya kelebihan indra ke 6 alias indigo. Setelah menikah istrinya diboyong ke rumah surabaya. Dan tidak bisa dihindari lagi, banyak kejadian yang dialami olehnya.Salah satunya waktu ke kamar mandi di samping tangga dia melihat mbak kunti  yang sekelebat terbang ke atas dan menghilang diatas tangga.kebetulan di atas tangga ada ruangan kosong yang dibuat gudang.Kejadian lainnya, waktu dia masak di belakang, dia merasa ada yang mencolek dari belakang, spontan dia tengok ke belakang sekelebat dia melihat kuntilanak terbang naik ke atas tangga dan menghilang.Dan tidak kalah seremnya, waktu istrinya adikku lagi cuci pakaian dia melihat suaminya lagi duduk-duduk di tangga, dia panggil sekali dua kali tapi tetap tidak dijawab, kemudian dia tinggalkan cuciannya masuk ke kamar ternyata suaminya lagi ada dikamar.Lalu siapa yang tadi duduk-duduk di tangga?.

Ulah Mbak Kunti ini membuat geram aku, suatu malam aku tungguin di belakang dan aku cari-cari. Ternyata tidak ketemu.Aku masih berharap bisa ketemu dengan mbak kunti ini supaya bisa berdialog kenapa dia selalu mengganggu istrinya adikku. Apakah anda bisa membantuku untuk menemuinya...

Senin, 28 Oktober 2013

Uang 10 Milyar Berbau Busuk

Ilustrasi
klenikmisteri.blogspot.com - Tiba-tiba sebuah sinar biru melesat dari dasar liang. Kulihat jelas seperti mata harimau, berputar-putar dan beberapa kali menyerangku.....

Kuburan itu tidak terkesan angker atau menyeramkan. Lokasinya berada di luar areal TPU seluas lebih kurang dua hektar, di atas bukit Cikundul, Cikalong Wetan, Cianjur, Jawa Barat. Namun, dalam situasi hujan badai di tengah malam, kondisinya menjadi sangat berbeda sekali dibanding siang hari ketika kami melakukan riset untk sebuah hasrat.
Dahan kamboja putih yang meliuk ke kanan dan ke kiri mengiktui irama angin diantara petir yang terus meyambar, seolah berubah laksana tangan-tangan hantu gentayangan. Menggapai-gapai seperti hendak mencekik. Tapi sesekali dahan yang terlihat selintas dalam kilatan petir itu seperti menggapai minta pertolongan. Tak ubahnya arwah manusia yang minta disempurnakan, sehingga mendapat tempat layak di alam kelanggengan.
"Gimana kang, bisa dimulai?" Giman minta pendapat kang Narma.
"Sebentar, saya mau cek sekali lagi," jawab Narma. Kemudian ia memejamkan mata, mengangkat kedua tangannya sebagaimana layaknya berdoa.
Mulutnya komat-kamit merapal mantera-mantera yang sudah disiapkan sebelum melakukan perburuan edan ini. Kenapa kusebut perburuan edan? Karena malam ini kami akan membongkar kuburan seseorang. Aku tidak tahu jenazah siapa yang ditanam di situ. Aku pun tidak tahu apakah mayat tersebut masih utuh terbungkus kain kafan atau sudah menjadi tengkorak. Begitu pula apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah mayat itu akan diam saja seperti gedebong pisang, atau melakukan perlawanan karena tempat tinggalnya telah kami bongkar tanpa santun. Bagiku ketika itu, apa yang akan terjadi, terjadilah. Yang penting misi ini harus sukses! Begitu target kami bertiga.
Atas perintah Narma, penggalian pun dimulai. Giman mengayun cangkul, sementara Narma menyambutnya dengan sekop. Aku berdiri pada posisi yang lebih tinggi. Ini sengaja kulakukan demikian atas kesepakatan kami bertiga agar aku dapat melihat lebih leluasa bila ada sesuatu hal yang tidak kami kehendaki, entah dari manusia maupun dari makhluk gaib sebangsa jin, setan dan genderuwo. Sebab, bukan mustahil pekerjaan kami sudah sejak tadi diawasi oleh puluhan pasang mata.
Satu jam berselang, penggalian dihentikan sementara. Juga atas perintah Narma. Aku melihat liang itu telah menganga lebar, sesosok tubuh putih terbaring di dasar sana, basah disiram hujan. Spontan, kewaspadaanku makin kutingkatkan, karena aku yakin akan terjadi sesuatu.
Dulu, sewaktu aku masih di Pondok Pesantren, Kyai Hasbullah pernah berpesan wanti-wanti. "Untuk tujuan apa pun, jangan sekali-kali berbuat nekad dengan gegabah membongkar kuburan seseorang kalau kamu tidak siap bertarung melawan arwah yang bangkit dari liang kubur itu. Kecuali apabila kamu sudah betul-betul menguasai ilmunya. Ingat itu baik-baik, Yu." Begitu peringatan Kyai yang masih terngiang di telingaku.
Pesan itu ternyata menjadi kenyataan. Mayat itu benar-benar bangkit dari tidur panjanganya. Ia berdiri dengan sikap menantang, lalu berkata dengan suara lantang. Suara perempuan tua. "Kenapa kalian berani membongkar rumah saya dan mengganggu tidur saya, ha! Apa yang kalian cari di sini? Ini rumahku. Sudah puluhan tahun aku disini. Jadi, Jangan coba-coba mengusikku, apalagi berani mengusirku dari rumahku sendiri. Kalian dengar itu?!"
Narma dan Giman serentak mundur beberapa langkah, bersiaga penuh. Aku malah maju mendekati mereka dengan sebatang bambu kuning runcing. Ujung linggis Narma siap diarahkan ke jantung si mayat. Cangkul Giman siap diayunkan ke lehernya. Sedangkan aku akan menikamkan bambu ini ke pantat mayat itu.
"Kalau tidak mau diganggu, sebaiknya lekas pergi dari sini!" Bentak Narma. "Kami tidak akan mengganggu kalau kamu sendiri tidak mengganggu. Makanya pergilah secepatnya dari sini!"
Si mayat tertawa mengikik dan dengan mata melotot sambil melontarkan kata-kata. "Kalau aku tidak mau pergi?"
"Aku akan paksa!" bentak Narma
"Kalau aku melawan?"
"Akan aku buat kamu lebih sengsara dan menderita. Mana yang kamu pilih?"
Si mayat meringkik lagi. Kali ini lebih panjang, lebih melengking, lebih mendirikan bulu tengkuk, meski sekujur tubuh kami sudah kuyup. Aku mulai menggigil. Tapi kutahan. Pertarungan baru akan dimulai. Atau, sebaliknya.......?
Si mayat ternyata memilih kabur setelah sebelumnya berteriak-teriak kepanasan dan minta diampuni. Aku maklum, dia pasti tak kuat menahan ' serangan' Narma. Narma bukan sembarangan orang, sudah terlalu biasa baginya kalau hanya menghadapi jin dan sebangsanya. Dia sendiri bahkan pernah dikubur selama dua tahun, dan terbukti masih hidup seperti manusia normal lainnya.
Namun begitu, bukan berarti perburuan telah selesai. Karena si mayat hidup tadi memang bukan sasaran target kami malam ini. Yang kami cari justru bungkusan besar yang dijadikan alas tidur si mayat. Kalau bukan disebabkan isi bungkusan tersebut manalah mungkin kami bertiga nekad melakukan perburuan edan seperti ini. Selain telah lancang memasuki wilayah orang lain tanpa prosedur, juga telah menghabiskan dana jutaan rupiah serta proses waktu yang panjang.
Isi bungkusan tersebut, menurut Haji Topik sebulan lalu, adalah uang sebesar 10 milyar rupiah. Bayangkan, 10 milyar rupiah! Siapa orang yang tidak merasa tergiur? Siapa pula yang tidak gelap mata. Apalagi tanpa harus merampok, menganiaya dan membunuh seseorang. Maka kukira, wajar-wajar saja dalam menghadapi situasi krisis seperti sekarang, jangankan yang halal, yang haram saja sudah bukan kepalang.
Cerita tentang uang tersebut memang panjang sekali dan berliku. Tapi intinya antara lain, bahwa uang tersebut merupakan hasil kerja bareng Haji Topik bersama sejumlah orang pintar. Bahan baku yang digunakan pada awal pekerjaan mereka adalah PL sejumlah Rp 10 juta. PL adalah istilah lain untuk menyebut uang kertas ratusan merah bergambar perahu layar, yang diproduksi Peruri pada tahun 1992.
Melalui suatu upacara ritual lengkap dengan sarana yang diperlukan, dan dengan menggunakan ilmu tertentu yang hanya dimiliki oleh orang-orang terntentu pula, selama 41 malam berzikir, PL itu pun berubah wujud menjadi lembaran ratusan ribu rupiah. Aneh memang. Media apa yang mereka gunakan ketika itu? Tetapi demikian realitanya.
Masih menurut Haji Topik, mereka menggunakan bantuan Batara Karang (sejenis jenglot, tapi lebih mumpuni) dengan menjanjikan akan memehuni apa saja yang diminta si Batara Karang. "Tetapi, begitu kita ambil selembar, kemudian dibelikan rokok, kopi, gula dan sejumlah makanan kecil, ternyata bau bangkai. Rokok yang kita hisap bau bangkai, kopi yang kita minum bau bangkai, dan makanan pun demikian. Kita sendiri bingung waktu itu, karena bisa begini. Apa yang salah, apa yang kurang?" Ujar Haji Topik menjelaskan keanehan yang terjadi. Dan hingga disitu semua buntu, tak seorangpun dari kelompok mereka yang berhasil memecahkan masalah tersebut. Mereka hanya saling bertanya keheranan.
Semakin hari bau busuk itu terus menyengat. Satu dua tetangga Haji Asep, salah seorang rekan terdekat Haji Topik, mulai mengendus adanya bau busuk tadi. Haji Asep cemas karenanya. Bahkan setelah semakin santer, ia didatangi seorang reserse yang menanyakan asal muasal datangnya bau busuk itu. Tapi ia berhasil dinetralisir secara santun, toh hasilnya tetap sama. Ia paling takut berurusan dengan polisi. Kemudian atas kesepakatan bersama, Haji Asep kebagian tugas untuk mengamankan uang tersebut. Haji Asep lantas memilih bukit Cikundul sebagai satu-satunya tempat paling aman untuk menyimpan uang tersebut.
Dan aku adalah orang pertama yang dimintai bantuan oleh Haji Topik untuk menyempurnakan uang tersebut. Dengan cara gaib, tentunya. Maka beberapa hari setelah kupelajari secara detil, aku pun segera menyampaikan hal tersebut kepada orang tuaku di Majalengka. Pak Nurdin Ramanda, namanya.
Hasilnya? Ternyata tak semudah yang kubayangkan. Sewaktu Narma dan Giman mencongkel dan bermaksud mengangkat bungkusan itu, tiba-tiba ada sebuah sinar biru melesat dari dasar liang. Bungkusan terlepas. Keduanya tersandar pada dinding liang. Aku berusaha menghindar sebisaku ketika sinar tadi menyerang ke arahku. Kulihat jelas seperti mata harimau, berputar-putar dan beberapa kali menyerangku.
Tak lama kemudian sinar itu menyerang Narma. Narma berkelit, terjatuh. Sebelum mampu berdiri tegak, Giman sudah diserang terlebih dahulu sehingga ia terpelanting ke belakang. tubuhnya disambut pohon perdu berduri. Ia terluka, berdarah, meringis kesakitan. Namun tak lama kemudian bangkit lagi sambil memasang kuda-kuda yang lebih kukuh.
"Awas, ini batara karang. Berbahaya. Hati-hati!" Teriak Narma dalam guyuran hujan yang bertambah deras. Saat itu kuperhatikan sekitar pukul satu lewat. Saat itulah kupingku menangkap sebuah suara lembut tapi jelas. "Sebaiknya kalian bertiga mundur saja. Resikonya sangat besar. BK (batara karang) itu tidak akan membiarkan siapa pun mengambil dan mempergunakan uang tersebut sebelum yang bersangkutan dalam urusan ini menepati janjinya. Kalau kalian memaksa juga, tumbalnya adalah nyawa. Bukan cuma nyawa kalian saja, melainkan nyawa anak istri dan keluarga serta siap saja yang menikmati uang itu."
"Terima kasih Eyang. Tapi ini siapa?" Tanyaku memberanikan diri. Padahal sekujur tubuhku kian menggigil antara kedinginan dan ketakutan.
"Aku adalah saudara kembarmu. Assalamulaikum......."
"Wa'alaikum salam...." jawabku.
Aku menoleh sekeliling. Astaga, dari areal TPU kulihat bayangan putih bermunculan dari liang kubur masing-masing. Kian lama kian bertambah jumlahnya. Menurut perhitunganku, sekuat apa pun tenaga kami bertiga melakukan perlawanan, kekalahan akan berpihak pada kami. Maka aku segera memberi isyarat kepada Narma dan Giman agar selekasnya menghentikan perburan, kemudian mengambil langkah penyelamatan.
Terseok-seok kami bertiga menuruni bukit sambil tetap menghindari serangan si BK. Aku dan Narma selamat. Tapi Giman terpelanting ke sungai sementara si BK terus memburu. Untunglah Narma bertindak cepat. Giman berhasil diselamatkan. Kami terus berlari menuju kendaraan yang sengaja kusembunyikan dibalik rumpun bambu. Namun apa yang kulihat betul-betul tak masuk akal. Espass itu sudah dalam keadaan terbalik. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si BK, pikirku. Setelah berhasil mengatasi kendala tersebut, meski dengan susah payah, kami memutuskan untuk menghentikan perburuan. Kami menyerah, tapi bukan berarti kami kalah. Perburuan masih belum selesai. Suatu saat nanti kami pasti akan kembali lagi ke bukit Gundul untuk mengambil uang tersebut. Merebut kembali dari tangan si BK. Tentu saja dengan satu catatan, apabila Haji Topik bersama rekannya sudah menepati apa yang pernah mereka janjikan kepada si BK terkutuk itu.
Itulah kisah mistis yang kualami, kurasakan dan kunikmati suka dukanya bertarung melawan BK, pada Desember 2003 lalu. Di Cikundul, yang bernama asli Raden Aria Wiratanu Datar. Dimana nama ini sampai sekarang diabadikan sebagai nama salah satu jalan utama di kawasan Cianjur.
Kalau bukan lantaran uang 10 milyar, sumpah mampus aku tak sudi membongkar kuburan seseorang. Seumur hidupku, baru sekali itu aku edan-edanan. Apakah aku memang sudah edan? Tergantung bagaimana cara pembaca menyikapinya. Yang jelas dan pasti, aku tak akan pernah lagi mengulanginya

Susuk Pengasih Nyai Singa Bawuk

Ilustrasi
klenikmisteri.blogspot.com - Media susuk ini berasal dari bulu kemaluan seekor harimau. Siapa yang memasangnya, jika dia perempuan, akan menjadi binal dan hot. Berikut sebuah kisah nyata pemasang susuk kramat super langka ini….

Dulu, dia dikenal sebagai perempuan cantik penebar pesona. Namun kini dia hanya bisa berbaring lemas hampir tanpa daya. Teriakan kesaktian setiap malam memecah dari mulutnya yang kering dan kisut. Entah apa yang dirasakannya. Mungkin kesakitan, atau mungkin juga ketakutan. 
Kenyataan tragis itu harus dialaminya hanya karena sewaktu muda dia tergoda memburu nafsu dan ego keduniawian. Dia rela diperbudak kekuatan gaib yang berasal dari aura harimau betina yang sedang birahi, yang sukmanya dimasuki setan betina yang haus seks.

Dia terlahir dari pasangan orang tua yang secara kebetulan memiliki kelebihan dalam bidang suprantural. Trista namanya. Sejak masih kecil kehidupannya sangat kental dengan aroma mistis, meski ayahnya yang mendalami ilmu mistik kejawen itu tidak pernah menurunkan ilmu-ilmu miliknya kepada putrinya ini.
Diusia 16 tahun, Tirsta dijodohkan dengan lelaki murid terkasih bapaknya. Sebut saja bernama Pristono. Lelaki yang sudah berusia 30 tahun ini sangat ngemong, sehingga rumah tangga mereka selama 4 tahun berjalan sangat rukun. Sayangnya, mereka tak dikaruniai keturunan. Sampai di usia 34 tahun, usia yang sangat muda, Pristono meninggal karena suatu penyakit yang disebut orang desa dengan istilah “angin duduk”. 
Di usia 20 tahun, jadilah Trista hudup menjanda. Statusnya ini sering menimbulkan kondisi yang tidak enak. Daia kerap kali jadi bahan gunjingan di kampungnya. Karena janda muda dan cantik, dia juga sering jadi bahan cemburu buta para ibu di desanya.
Merasa tak tahan dengan keadaan tersebut, akhirnya Trista melangkahkan kakinya untuk merantau ke Sumatera. Dia ikut menumpang di rumah kakaknya.
Di Sumatera Trista bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga kaya. Tanpa bisa dikendalikan, janda muda ini jatuh cinta pada anak majikannya. Sudah dapat dipastikan, pemuda tampan itu tak mungkin sudi menanggapi cinta janda kembang dari desa terpencil di pelosok Jawa ini. Trista sama sekali tidak sepadan dengan dirinya.
Cinta bertepuk sebelah tangan akhirnya membawa Trista berkenalan dengan dunia mistis. Dia menemui Mbah Darto, orang sakti yang juga berasal dari Jawa dan kebetulan adalah saudara seperguruan Bapaknya Trista. Terenyuh oleh nasib yang menimpa Trista, Mbah Darto menyarankan agar janda muda ini memasang susuk bulu kemaluan harimau betina yang sedang birahi, atau dalam istilah wong Jawa disebut Susuk Pengasih Nyai Singo Bawuk. Susuk ini tingkat kesulitannya luar biasa, karena mencarinya harus menunggu saat musim kawin harimau. Saat si raja rimba sedang melangsugkan hasrat birahinya, maka harus dibunuh. Yang betina untuk si pemasang wanita, demikian pula yang jantan untuk pemasang laki-laki. 
Menurut pengakuan Nek Trista, untuk pemasangan susuk harimau birahi ini harus diambilkan bulu yang tumbuh (maaf) di kemaluan harimau tersebut, meski hanya satu helai saja. Cara pemasangannya dengan ritual yang rumit. Seteklah bulu kemaluan harimau disiapkan, maka kewanitaan Trista dibasuh dengan darah harimau. Lalu, dengan cara gaib, bulu kemaluan harimau itu dipasangkan di bagian terlarang tersebut. 
Hasilnya memang luar biasa. Setelah memasang susuk keramat ini, anak majikan Trista yang tampan itu langsung bertekuk lutut di bawah kakinya. 
Singkat cerita, mereka pun menikah. Trista merasa dapat menggapai keinginannya, meski sesungguhnya pernikahan itu terjadi tanpa didasari kasih sejati sebagaimana wajarnya.
Dalam rentang perjalanan waktu, karena pengaruh Susuk Pengasih Nyai Singa Bawuk, akhirnya Trista tak dapat mengendalikan nafsu birahinya. Dia telah dikuasai kekuatan gaib yang bersemayam dalam susuk tersebut. Sejak itu, mulailah badai menerjang bahtera rumah tangganya. 
Setelah harta dan kejantanan suaminya habis, Trista meninggalkannya. Dia lari mengejar impiannya untuk memuaskan nafus birahinya, sekaligus mengumpulkan harta duniawi. 
Trista memilih kembali ke tanah Jawa. Tapi dia berlabuh di Jakarta. Di kota ini dia semakin menjadi-jadi. Dia terjun ke dunia hitam pelacuran. Hebatnya, setiap laki-laki hidung belang yang berhubungan intim dengan dirinya pasti akan ketagihan, sehingga banyak diantara mereka yang ludes uang atau harta bendanya.
Sebenarnya, Trista bukanlah gadis yang matre. Ini semua karena pengaruh susuk harimau betina tersebut, sehingga dia menjadi liar. Dan keliarannya membutuhkan biaya yang tinggi demi memenuhi selera live stylenya yang telah berubah. Dia bukan lagi gadis kampong yang lugu dan apa adanya. Untuk semua ini, sudah tentu dia membutuhkan uang banyak.
Begitulah! Petualangan Trista baru berhenti ketika dia jatuh ke dalam pelukan seorang duda hiperseks. Jadi klop sudah mereka. Kebetulan juga lelaki bernama Harmoko ini punya kehidupan yang lumayan. Mereka menikah, dan Trista terentaskan dari lembah hitam. 
Sayang, pernikahan ketiganya inipun juga tak dikaruniai anak. Di usia 50 tahun, usaha Harmoko bangkrut karena ditipu beberapa rekan bisnisnya. Akhirnya mereka jatuh miskin.
Biaya hidup di Jakarta sangat mahal. Karenanya mereka memutuskan pulang ke kampung halaman Trista di Jawa. Di tempat tinggalnya yang baru, Trista mulai tekun memperdalam ilmu klenik, dan akhirnya membawa dirinya bertemu dengan roh gaib yang bernama Nyai Pilut. Dari bisikan Nyai Pilut inilah, Trista tahu sesuatu masalah yang ditanyakan orang lain. Ya, Trista menjadi dukun prewangan.
Tak lama kemudian, Trista cukup kondang di daerahnya. Banyak orang datang kepadanya. Merasa dendam dengan nasib buruk yang menimpa Hormoko, suaminya, yang ditipu rekan bisnisnya, maka mendorong Trista sering menipu orang yang datang padanya, dengan pembayaran yang cukup mahal. Ada-ada saja alasan yang digunakan untuk mengeruk uang pasiennya. 
Karena kelewat komersil, nama Trista akhirnya redup bak ditelan malam. Menurut orang-orang dekatnya, Trista telah ditinggal pergi oleh Nyi Pilut, yang tidak suka Trista telah berubah perangai menipu orang-orang yang meminta pertolongan padanya.
Akhirnya Trista jatuh miskin lagi. Dan yang lebih mengenaskan, Harmoko terkena stroke. Lima tahun sakit akhirnya dia meninggal dunia. Trista sering merenung, sekarang dia sendiri, tak punya siapa-siapa untuk berbagi cerita. Padahal dia benar-benar mencintai suaminya itu.
Usia Trista sekarang telah 75 tahun. Sejak Harmoko meninggal, dia memang sudah tak mau lagi bersentuhan dengan laki-laki, meski itu sangat berat. Ketuaan telah menggerogoti raganya. Dia jatuh terkulai tak berdaya.
Dalam ketidakberdayaan ini setiap malam, nenek Trista kerap berteriak-teriak kesakitan dan kadang-kadang menggeram bak seekor harimau. Oleh adik-adiknya, diusahakan cari syarat piranti gaib. Dari hasil deteksi ahli batin seorang paranormal wanita yang disapa akrab Jeng Rahayu dikatakan; “Ada 9 susuk ditubuh Mbah Trista, yang delapan saya sanggup mencabut, tapi yang satu, yang dipasang di kemaluannya, rasanya perlu waktu untuk mempelajarinya.”
Menurut Ahimsa, salah seorang adik Mbah Trista, ke-8 susuk pengasih berhasil dicabut oleh Jeng Rahayu. Untuk susuk yang satunya sedang mohon petunjuk ke Tuhan. Dua minggu kemudian, Jeng Rahayu bilang, kalau susuk itu bisa dikurangi daya gaibnya dengan Jadem Arab. 
Jadem adalah tanaman semacam agave atau disebut lidah buaya, tapi yang tumbuh di gurun Arab. Entah dari mana dapatnya, sejak diberi Jadem Arab itu, teriakan Mbah Trista tak begitu memilukan. Tapi tetap saja menjerit-jerit hampir tiap malam, meski frekuensinya berkurang.
Jeng Rahayu juga bilang pada Ahimsa, Susuk Pengasih Nyai Singa Bawuk hanya dapat dihilangkan dengan darah kucing kembang talon (belang tiga) jantan dan tapelan kulitnya.
Betapa sulitnya mencari kucing kembang talon jantan, sebab kucing jantan jenis ini pasti dibunuh induknya sendiri, atau kucing dewasa lainnya bila diketahui hidup. Konon, bila sampai tumbuh dewasa ia akan menjadi rajanya kucing.
Tapi, puji syukur, Ahimsa, bisa mendapatkan kucing dimaksud meski masih anakan. Kucing mungil yang masih sangat muda itu dipotong, darahnya digunakan untuk membasuh kemaluan Trista, lalu kulitnya yang sudah diseset ditempelkan di tempat terlarang itu. 
Ritual tersebut dilakukan sore hari. Menjelang tengah malam, tiba-tiba Mbah Trista menjerit sangat keras dan mengaum panjang seperti harimau. Kata Ahimsa, dari pusarnya keluar cahaya kemerahan, meluncur menembus genteng. Tak lama kemudian, Mbah Trista tertidur pulas.
Satu minggu sejak peristiwa itu, Trista tiap malam tak teriak-teriak lagi dan tak menggeram. Nenek renta itu akhirnya wafat dalam damai setelah susuk Nyi Singo Bawuk terlepas dari raganya.

Bila melihat betapa cermin hidup yang ditayangkan Misteri ini begitu memilukan, masihkan kita akan memburu piranti gaib yang hanya memberi kenikmatan semu sesaat? Setelah itu terkena laknat?

Kehadiran cerita ini bukan untuk membuka wacana ajakan untuk mengikuti jalan sesat tersebut. Tapi bijaklah dalam menentukan pilihan hidup.

Senin, 16 September 2013

Berburu Mawar Hitam di Alam Ghaib

klenikmisteri.blogspot.com - Demi niat baik menolong seorang teman, aku nekad melakukan perburuan "mawar hitam" yang hanya ada di alam gaib. Nyawaku nyaris terenggut setelah mengalami rentetan kejadian aneh....

Paranormal muda, itulah sebutan yang sering kuterima dari beberapa orang yang pernah kutolong "tanpa sengaja". Kusebut demikian, karena sesungguhnya aku bukanlah paranormal sungguhan yang memiliki ilmu-ilmu gaib. Aku hanyalah memahami ramuan-ramuan dari tumbuhan (Botani). 
Hanya sedikit saja pengetahuan kebatinan yang kuketahui. Itupun kumiliki karena aku belajar sendiri lewat buku. Aku memang kutu buku, terutama tentang tumbuh-tumbuhan yang sering digunakan sebagai ramuan obat, dan aku sering berburu tumbuhan langka.
Dari ramuan-ramuan yang sering ku buat, telah banyak orang tertolong. Bukan sombong, aku memiliki nama di daerahku sebagai Tuan Tabib. Banyak orang yang menyarankan aku agar belajar dan berguru ilmu kebatinan untuk menunjang keahlianku sebagai peramu obat.

Tantangan itu hadir ketika aku berkenalan dengan Trisno Bayat, seorang pedagang valuta asing di Surabaya. Kepadaku, lelaki separuh baya itu mengeluhkan sakit yang diderita istrinya yang di kampung halamannya. Isteri Trisno mengalami gangguan jiwa. 
Konon, menurut beberapa paranormal, sakit istrinya akibat di guna-guna ketika istrinya masih di Surabaya beberapa waktu yang lalu. Setelah penyakitnya kian parah, istrinya dibawa ke kampung halaman. Sedangkan Trisno sendiri tetap di Surabaya mencari nafkah dengan menjadi pedagang mata uang asing.
Menurut Trisno, dari sekian banyak paranormal, rata-rata mereka mengatakan bahwa sakit istrinya itu akibat guna-guna yang dilakukan seorang dukun dari Ujung Kulon. Konon, dukun ini amat sakti dan menyembah berhala. Didapat dari keterangan pula bahwa guna-guna itu akan luntur bila istrinya memakan bunga Mawar Hitam. Katanya, hanya itulah satu-satunya penawar. 
Kepadaku, Pak Trisno meminta bantuan agar dicarikan bunga itu. Aku bingung, sebab aku sendiripun belum pernah melihatnya selain hanya mendengar namanya saja. Sebuah permintaan yang tak mungkin aku dapatkan. Sebab bunga itu konon hanya tumbuh di alam siluman. Tak sembarang orang dapat mengambilnya. 
Tapi, aku jadi bersemangat ketika Pak Trisno menawarkan imbalan uang sepuluh juta rupiah bila mendapatkan bunga itu. Walau terus terang aku tak tahu bagaiman caranya, tapi sebagai petualang, sekaligus ingin mengetahui lebih jauh tentang mitos bunga itu, akhirnya dengan sedikit memberi harapan aku bilang akan berusaha mencarinya.
"Tolong, jangan berharap banyak dariku, sebab aku bukan dukun!" kataku sambil senyum.
"Aku percaya padamu, sebab aku yakin Tuhan memang telah mengutusmu untuk menyembuhkan isteriku," ujar Pak Trisno sambil menepuk bahuku yang bidang.

Aku akhirnya pulang kampung menemui Mbah Gribig, seorang dukun kejawen yang sudah cukup tua. Setelah mengutarakan maksud, dengan sedikit berkelekar Mbah Gribig mengatakan bahwa bunga itu hanya ada dalam dongeng saja. Tapi aku terus mendesaknya hingga aku disarankan untuk lelaku mencari petunjuk.
Tanpa buang waktu aku sanggupi saran itu. Dengan bimbingannya aku mulai melakukan ritual yang cukup berat dan menakutkan. Dalam ritual itu, ketika aku bersemedi, di Alam Bawah Sadar aku melihat alam aneh yang di sekelilingnya berseliweran makhluk-makhluk seram dan menakutkan. Mereka seolah ingin melumatku.
Godaan itu datang semakin berat. Hingga malam ketiga, aku melihat sebuah kolam air yang ditengahnya banyak perempuan-perempuan sedang mandi. Mereka sangat cantik, mirip bidadari. Di tepi kolam itu, di atas bebatuan sempat kulihat pula beberapa orang menatapku dengan wajah dan gerakan tubuh menggoda birahiku.
Suasana tempat itu sangat sejuk dan indah, seperti di sebuah keputren kerajaan jaman dulu. Tapi pemandangan itu tak berlangsung lama. Ketika terdengar kokok ayam, para bidadari itu seperti terkejut lalu saling berebutan untuk keluar dari kolam.
Konsentrasiku buyar pula akhirnya. Tiba-tiba aku dapati diriku tersadar dengan (maaf) terbangunnya alat vitalku. Aku tak tahu mengapa begitu, mungkin karena melihat gadis-gadis sedang bugil di kolam itu.
Hal itu kuutarakan kepada Mbah Gribig. Aku juga bilang tak menemukan petunjuk tentang mawar hitam. Tapi jawaban yang kuperoleh sangat mengejutkan. Mbah Gribig bilang, gadis-gadis itulah mawar hitam. Aku terkejut bukan main, bahkan aku tak percaya.
"Dalam dunia gaib, mata batinmu belum mampu melihat hal sesungguhnya, tapi bisa pula itulah sesungguhnya. Sebab dengan nalar saja itu tak akan berarti disana. Itulah dunia gaib," katanya menakinkan diriku.
Tapi aku tetap kekeh untuk mendapatkan bunga itu, entah berujud singa sekalipun, kataku. Dengan geleng-geleng kepala Mbah Gribig akhirnya berjanji akan membantuku mendapatkan bunga itu. Tapi dia juga bilang belum tentu sanggup, sebab taruhannya adalah nyawa.

Malam Selasa Wage, kami berdua kembali melakukan semedi. Cukup lama kami mengosongkan hati dan pikiran. Kata Mbah Gribig, aku akan diajak meraga sukma, dan salah sedikit saja akan sangat fatal akibatnya. 
Singkat kata, ketika aku bisa mengosongkan pikiran, aku melihat setitik cahaya redup yang lambat laun membesar berwarna-warni. Aku berputar-putar hampir tak kuat karena pusing. 
Waktu awal semedi kedua tanganku saling berpegangan dengan Mbah Gribig, tapi kini aku seolah seorang diri berputar-putar seperti kitiran. Aku melayang-layang seperti kapas, sedang di belakangku nampak makhluk-makhluk ganjil mengejar-ngerjarku dengan penuh amarah, seolah ingin menangkapku. 
Aku merasa sedikit tenang ketika Mbah Gribig berada di belakangku dan mencekal kakiku serta menariknya ke sebuah cekungan tanah. Kami bersembunyi. Ketika susana aman kami kembali melayang seperti terbang melawati gurun pasir sangat panas. 
Kami terus terbang, hingga tiba di sebuah gapura besar seperti pintu gerbang sebuah kerajaan. Kami menyelinap masuk dengan penuh waspada menghindari para penjaga yang berada di setiap penjuru dengan senjata terhunus. 
Melihat para penjaga itu aku jadi teringat sinetron Mak Lampir. Mungkin ini kerajaan jaman dulu, pikirku. Kami berhasil masuk ke keputren dan melihat kembali gadis-gadis bugil itu. 
"Kau harus bisa menculik salah satu gadis itu dan mengikatnya dengan tambang pendek yang aku bawa!" bisik Mbah Gribig. 
Akhirnya, kami mengincar salah seorang gadis yang sedang sendiri. Dia agak jauh dari temannya dan sedang menyisir rambutnya yang panjang. Di suatu kesempatan, dengan nekad aku tangkap gadis itu dari belakang dan mengikatnya. Namun sebelum terlaksana, gadis itu sempat menoleh dan mengetahui keberadaanku. Gadis itu menjerit ketakutan hingga membuat gaduh keputren. Kami berdua jadi panik dan gadis itupun berlari menuju sebuah pintu kecil untuk menyelamatkan diri.
Banyak prajurit berdatangan dan terdengar terompet. Mbah Gribig pun panik. Apalagi aku. Di saat suasana mencekam, Mbah Gribig mengeluarkan cermin kecil dan keris. Saat itu kami sudah terkepung dan pasrah. Tapi tiba-tiba Mbah Gribig menancapkan keris itu ke tanah dan melemparkan cermin ke arah para prajurit bersenjata. Terdengar ledakan keras. Tanah tempat keris itu menancap seperti berputar menyedot kami berdua ke dalamnya. 
Saat aku tersedot ke tanah berputar, tanganku sempat terlepas dari pegangan Mbah Gribig. Aku melihat sekelebatan cahaya menuju arahku yang ternyata ayunan pedang hingga menyerempet tanganku. Untung hanya tergores, tapi lukanya cukup perih. 
Entah apa yang diperbuat Mbah Gribig, ketika tanganku terpegang kembali olehnya, tiba-tiba suasana menjadi gelap gulita. Aku tersadar penuh peluh dan nafas tersengal serta sakit di seluruh badan dan perih. Mbah Gribig lebih parah lagi. Ia kelojotan dan muntah darah. Akhirnya ia mampu duduk dan menenangkan diri.
Aku baru sadar, tak mudah mendapatkan bunga itu yang sesungguhnya bukan sekuntum bunga tapi sesosok siluman. Masih untung kami tak tertangkap para prajurit. Menurut Mbah Gribig, bila aku dapat menangkap gadis itu, dan membawanya ke alam dunia, akan terlihat seperti bunga mawar tapi berwarna hitam. Aku tambah terkejut, ternyata bukan sekali ini Mbah Gribig melakukannya, tapi sudah sering kali.
"Sayangnya tak pernah berhasil!" kilahnya dengan wajah tegang.
Mbah Gribig mengaku telah lama pula mencari bunga mawar hitam. "Sudah beberapa kali aku mencobanya, tapi tak pernah berhasil. Aku berharap kau bisa membantuku, tapi ternyata malah nyawaku terancam!" katanya. 
Aku kini jadi berpikir negatif pada Mbah Gribig, jangan-jangan ia memanfaatkanku. 
"Jangan berpikir macam-macam, bunga itu banyak manfaatnya, juga untuk mengobati istri Pak Trisno itu," katanya lagi seolah tahu kecurigaanku.
Luka pedang di tanganku pun tak nampak seperti tak pernah apa-apa. Tapi entah, aku masih merasakan perih apalagi bila terkena sinar matahari. Dan atas saran Mbah Gribig, lukaku akan sembuh sendiri bila lewat seratus hari dengan catatan harus rajin mengolesi minyak yang diberikan Mbah Gribig tiap tengah hari.
Pengalaman yang tak terlupakan. Walau nyawaku hampir terancam tapi aku tak puas berhenti sampai disini. Kini aku tambah mengerti, ternyata alam gaib tak seremeh yang aku bayangkan.

Terdampar di Kerajaan Ghaib Laut Selatan

klenikmisteri.blogspot.com - Petualangan di pantai Bandealit yang angker itu benar-benar membuatnya jera. Dia terjebak di sebuah kerajaan gaib yang dihuni oleh wanita-wanita sangat cantik. Siapa mereka sebenarnya…?

Namaku Hengki, usia 25 tahun. Salah satu kegemaranku adalah jalan-jalan menikmati keindahan alam, baik itu pegunungan maupun pantai. Sudah banyak tempat yang kukunjungi. Bahkan, sejumlah gunung di Jawa, seperti Gunung Semeru dan Bromo telah aku jelajahi. Demikian pula beberapa kawasan pantai yang legendaris pernah kujamah dengan tanganku.

Rasanya ada kepuasan tersendiri yang tidak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Dengan kegemaranku bertravelling telah banyak memberiku pengalaman baru, teman-teman baru, dan harapan-harapan baru. Tapi, aku tidak sendirian melakukan semua itu. Ada 8 orang teman yang selalu bersama dan kompak dalam mewujudkan kegemaran tersebut.
Umumnya, kami melakukan pendakian ke gunung, atau berkemah di sekitar pantai. Kegiatan ini terutama sekali kami lakukan saat kami liburan kuliah. Maklum, semua gengku adalah mahasiswa yang kuliah di berbagai perguruan tinggi. Ada yang kuliah di ITN Malang, ITS Surabaya, UMM Malang, Unesa Surabaya, dan aku sendiri di STIE Mandala Jember.
Suatu kali, kami mengadakan plesir ke pantai Bandealit. Hampir semua orang tahu, kalau pantai yang satu ini masih perawan dan penuh dengan misteri. Disamping jarang dirambah orang, pantai Bandealit beserta hutannya dihuni oleh manusia-manusia kerdil yang sulit dilacak keberadaannya, juga binatang buas masih banyak yang berkeliaran.
Sebagai orang-orang yang masih berjiwa muda, kami tertantang untuk menaklukkan keganasan pantai Bandealit. Dengan diantar beberapa petugas dari Perum Perhutani, kami menelusuri hutan yang masih perawan lewat jalan setapak. Hutan lindung ini ternyata memang benar-benar sangat lebat dan belum terjamah oleh tangan-tangan kotor.
Bunga anggrek banyak bertebaran di atas batu, pohon, dan di lereng-lereng bukit dengan berbagai aroma dan warna yang sangat indah sekali. Sayang, petugas Perhutani dan Pelindung Alam melarang kami memetik anggrek tersebut. 
Hampir setengah hari kami berjalan naik turun bukit. Karena saking lebatnya pepohonan, sinar matahari tidak bisa menerobos tubuh kami.
Sesampainya di bibir pantai, kami segera memasang tenda, karena hari memang telah petang. Setelah itu, kami santai menikmati petang dengan minum kopi hangat dan makan mie instant. Tiga jam kemudian, malam tiba. Anak-anak ada yang main kartu di dalam tenda, ada juga yang memancing sambil duduk-duduk di atas batu karang.
Kebetulan sekali, malam itu purnama bersinar sempurna. Rasanya damai sekali berada di tengah-tengah alam yang masih asri. 
Karena keadaan alamnya yang demikian permai, kami betah berkemah di lokasi pantai ini. Namun, sewaktu memasuki malam ketiga, aku mengalami suatu keanehan yang sulit diterima nalar. 
Malam itu, sekitar pukul 12 malam, aku tidak bisa tidur. Kulihat di sisi kiriku Arman, tertidur dengan pulas. Kulihat pula di sisi kananku Andi juga tertidur ngorok.
Karena kesal sendirian, perlahan-lahan aku keluar dari tenda. Entah kenapa, betapa takjubnya aku melihat pemandangan alam dan air laut yang mengkilat diterpa sinar rembulan. 
Ya, malam itu aku berdiri sendirian menghadap laut lepas. Angin malam benar-benar terasa segar dan tenang. Ombak pun berdebur ramah, menghadirkan irama alam yang menyegarkan pikiran.
Namun, laut yang semula tenang, tiba-tiba berubah seperti mengamuk. Ombak datang bergulung-gulung menjilati pantai Bandealit, disertai gemuruh angin semula ramah namun kini berhembus tak tentu arah. 
Tapi yang jauh lebih aneh adalah diriku. Entah bagaimana, aku tidak merasa takut atau panic dengan perubahan alam yang sepertinya marah itu. Malahan, aku tetap saja asyik duduk-duduk menikmati kebesaran Sang Pencipta Alam.
Dari jarak sekitar 100 meter, kulihat tenda yang dihuni teman-teman tidak ada yang terbuka, pertanda semua penghuninya masih tetap tertidur pulas. Sementara itu, gulungan ombak yang menghempas pantai semakin mengganas. Bahkan, tiba-tiba suasana pantai jadi mendung dan gelap. Tak ada sinar purnama yang semula permai. Sementara, cahaya yang nampak di pantai itu hanya lampu listrik baterai dari dalam tenda teman-teman yang terlihat berkelap-kelip di kejauhan. 
Aku sendiri tidak tahu siapa saja yang masih di pantai selain diriku. Namun aku sendiri, saat itu tidak memperdulikan hal itu. Yang terpikirkan hanya menikmati malam.
Deburan ombak pantai masih terus bergulung-gulung seperti alunan musik memecah kesunyian malam. Ketika asyik menikmati suasana sekitar, mendadak aku dikejutkan oleh suara yang sangat asing di telingaku. Ya, suara itu seperti langkah kuda yang menarik kereta diiringi gemerincing klintingan yang biasanya menghiasi leher kuda.
Secara reflek, aku memalingkan wajah ke arah laut lepas tempat asal suara aneh itu muncul. Kembali aku merasakan keanehan. Wujud kereta dan kuda tidak ada. Yang kulihat hanya deburan ombak yang menyapu pantai.
Setelah itu, kembali suasana menjadi sunyi dan sepi. Keheningan menyelimuti pantai Bandealit. 
Merasa tidak ada sesuatu yang terjadi, aku kembali bermain air dengan jari-jari kakiku. Namun, belum sempat aku memanjakan kakiku dengan air laut, lagi-lagi aku dikejutkan dengan suara yang sama. Bahkan kali ini, suara tersebut semakin jelas. Suara gemerincing klintingan sampai terasa memekakkan telingaku. 
Dengan perasaan berdebar-debar, kuarahkan pandanganku pada sumber suara itu datang. Darahku seketika berdesir diiringi detak jantung berdegup cepat. Bagaimana tidak, kulihat ada suatu keanehan yang sepertinya muncul dari dasar laut. Seberkas sinar yang sangat menyilaukan mata menyemubul di antara gelombang. Dan yang lebih aneh, seperti ada sesuatu di balik cahaya kemilau itu. 
Sayangnya, belum sempat aku melihat wujud apa sebenarnya yang ada di balik sinar itu, aku sudah jatuh pingsan. Yang kulihat setelah itu, aku merasa berada di atas kereta kuda dengan pengendalinya seorang wanita cantik, sementara itu disamping kiri dan kananya ada beberapa wanita yang sepertinya turut menjagaku.
Aku berusaha berontak dan berteriak, tapi aku tidak bisa mengeluarkan suara. Hingga akhirnya aku pasrah. 
Tidak lama kemudian, pemandangan yang kulihat benar-benar membuatku terpesona dan keheranan. Kereta berhenti di suatu tempat yang sangat terang dan indah. Orang di sekelilingku hampir semuanya wanita dengan pakaian ala kerajaan. Ada juga kaum lelaki, tetapi mereka selalu di belakang para wanita itu, dan mereka selalu siap menunggu perintah.
Setelah lama berada di ruangan yang sangat indah dan sulit digambarkan itu, tiba-tiba muncul seorang wanita bermahkota. Sepetinya wanita ini adalah pemimpin dari para wanita yang membawaku. Dengan tatapan matanya yang tajam, namun kurasakan sejuk saat beradu pandang, wanita itu angkat bicara memberi tawaran padaku.
“Cah bagus, maukah kamu menjadi suami dari anak-anakku yang cantik-cantik itu? Kalau kamu mau, aku siap memberikan harta kekayaan yang melimpah padamu.”
Aku tdiak segera menjawabnya. Memang, kulihat ada sekitar 10 wanita cantik yang duduk berjajar di belakang wanita bermahkota itu. Dan rasanya aku tidak mungkin menikahi wanita-wanita cantik itu sekaligus. Dengan halus aku menolak mentah-mentah permintaan konyol itu.
Dalam benakku berkecamuk, pikiran yang susah diterjemahkan, karena aku masih merasa sangat aneh. Meski beberapa kali aku dibujuk agar mau mengawani 10 wanita cantik tersebut, aku tetap bersikukuh dengan pendirianku. Walaupun aku diiming-imingi harta yang tiada tara jumlahnya.
Karena aku tetap menolak, tiba-tiba aku ditendang, bahkan kemudian dicambuk oleh wanita-wanita cantik tadi. Yang tak kalah aneh, kecantikan yang semula terpancar di wajahnya berubah seram. Tiba-tiba wajah wanita-wanita cantik itu mengeluarkan taring dan sekujur tubuhnya bersisik seperti ular.
Bau anyir dan tubuh berlendir benar-benar membuatku mual. Ya, wanita-wanita tadi telah berubah menjadi ular berbisa yang kemudian melilit sekujur tubuhku. Pemimpin wanita tadi juga telah berubah menjadi ular bermahkota.
Aku berusaha untuk menguatkan diri. Tidak lupa aku berdoa dan menyebut asma Allah SWT berkali-kali agar aku bisa selamat dari marabahaya, dan kembali pada keluargaku. Hingga akhirnya aku jatuh pingsan lagi.
Kejadian berikutnya, aku ditemukan seorang nelayan mengapung di tengah lautan dengan pakaian yang sudah compang-camping. Tapi, anehnya sekujur tubuhku masih utuh dan segar. Nelayan yang belakangan aku ketahui bernama Pak Dirjo ini rupanya segera membawaku ke darat dan menyerahkan jasadku pada sesepuh Desa Bandealit.
Kabar tentang penemuan jasadku benar-benar membuat penduduk Desa Bandealit yang hanya beberapa KK jumlahnya itu jadi gempar. Begitu juga dengan kedua orang tuaku yang segera dihubungi oleh Polisi setempat. Teman-teman yang ikut pergi bertravelling juga turut serta datang satu mobil dengan kedua orangtuaku.
Kejadian ini benar-benar luar biasa sekali. Sebab, bagaimana mungkin jasadku tetap utuh bila mengapung di tengah laut selama satu minggu. 
Ketika aku siuman dari tidur panjang yang aneh itu, aku pun benar-benar merasa takjub atas kejadian ini. Bagaimana mungkin aku bisa hidup mengapung di atas air laut selama seminggu, dan perasaan aku hanya sebentar tertidur. 
“Kamu tidak usah bingung. Dunia gaib dan alam nyata memang sangat berbeda. Yang patut kita syukuri sekarang, kamu bisa kembali ke dunia ini dengan selamat. Dan itulah kebesaran Allah yang patut kita syukuri,” kata sesepuh desa Bandealit.
“Lalu siapakah mereka yang telah menyanderaku?”
“Mereka adalah penguasa laut selatan, dan kamu telah terdampar di kerajaan laut selatan tersebut.”
“Alhamdulillah, sekarang kamu telah kembali ke dunia nyata. Padahal Ibu dan ayahmu, juga semua keluarga kita, telah mengadakan tahlillan hari ke tujuh,” ucap Ibuku dengan linangan air mata. 
Aku tertegun dan menatap kesedihan Ibu. Lalu aku memeluk Ibu dengan hangat dan erat. Aku berjanji dalam hati, tak akan membuatnya was-was dan khawatir lagi.

Pengusaha Kaya Pemuja Setan

ilustrasi
klenikmisteri.blogspot.com - Kesaksian ini dituturkan oleh seseorang yang enggan disebut identitasnya. Dia berkisah tentang sepenggal pengalaman yang sangat menyeramkan, yakni bekerja di sebuah perusahaan garmen dengan seorang bos yang ternyata memuja setan. Seperti apa kisah lengkapnya…?

Setelah sekian lama menumpang di rumah kerabat tanpa ada penghasilan, akhirnya sebuah perusahaan besar skala internasional (kata iklan yang mereka cantumkan di koran), berkenan menerimaku sebagai karyawan di bagian produksi. Wah senang sekali, sebab aku punya sedikit uang untuk memanjakan diri. 
Pintu besi gerbang besar perusahaan itu telah menyambutku kedatanganku di hari pertama masuk. Sambil menunggu waktu, kukelilingi area bangunan besar itu, sekalian melihat-lihat suasana gedung, pelataran parkir, gudang, serta satu bangunan tua yang menjadi bangunan induk tempat perusahaan besar ini menjalankan aktivitas bisnisnya.

Di mataku, bangunan tua yang kumaksudkan tadi merupakan satu bangunan bergaya lama yang terletak di daerah kota tua, namun masih memperlihatkan sisi megah yang menyiratkan kejayaan masa lalu pemiliknya. 
“Pemiliknya pasti sangat kaya hingga dapat memiliki gedung besar yang hampir semegah museum ini. Aku yakin bangunan ini bisa menjadi satu warisan bersejarah yang telah dipakai secara temurun-temurun dari pemilik lama perusahaan ini kepada orang yang sekarang yang mewarisinya,” pikirku. 
Menurutku, bangunan bergaya klasik ini pastilah banyak menyimpan cerita. Atau bahkan peristiwa atas jatuh bangunnya bisnis keluarga kaya raya tersebut. Dan dalam suasana pagi yang cerah, aku sangat menikmati panorama bangunan tua ini. Namun aneh, tiba tiba sepertinya ada satu kekuatan lain yang menyergapku. Kirasakan seperti ada suara angin yang berhembus lembut, seolah-olah meniup daun telingaku. Sayup-sayup terdengar seperti suara desahan binatang buas di kejauhan yang terbawa angin. 
“Ada apa sesungguhnya?” batinku. Kedua mataku, masih terus asik menikmati bangunan tua yang pasti adalah karya Bangsa Belanda itu, sebab arsitekturnya memang bergaya Eropa. 
Sekilas, tampak gedung megah ini kurang terawatt. Jendela besar berkaca buram, kotor, begitu juga dengan koridor panjang yang melingkarinya. Semuanya terkesan kumuh serta sedikit agak angker. Bahkan, tangga ke lantai atas pun hanya disinari sebuah lampu neon yang cahanya mulai temaram.
Tak sengaja, pandanganku tertuju pada salah satu jendela yang paling kusam di lantai empat. Entah ruangan apa di atas sana. Sepertinya, ruangan itu hanya disinari oleh cahaya redup lampu 10 watt. Seketika itu juga semua pandanganku seakan diselimuti oleh hal yang berbau mistis, seolah-olah ada sepasang mata yang sedang bergerak mengawasiku dari atas sana. 
“Mungkinkah penunggu gedung tua ini sedang mengawasi gerak-geriku,” bisiku dalam hati. 
Lalu, segera kuabaikan pikiran itu. Kumantapkan tekadku yang ingin bekerja untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidupku. 
“Tunggu sebentar lagi ya, Mas. Bos masih ada urusan. Mohon maaf agak lama menunggu.” 
Suara merdu wanita muda mengagetkanku. Rupanya, tidak terasa aku sudah satu jam lebih menunggu untuk mendapat giliran masuk wawancara. 
Ketika giliranku masuk, ternyata bos besar itu sedang menyantap makan siang dengan sangat rakusnya. Mulutnya dipenuhi makanan, kedua pipinya belepotan bumbu lauk-pauk, sementara kedua tangannya sibuk menyendok makanan dan memilah buah-buahan pencuci mulut yang ada di atas meja, seolah tak mempedulikan kehadiranku. 
Aku kembali terpana melihat caranya makan. Hampir menyerupai seekor binatang buas yang baru saja mendapat mangsa. Aneh, bukankah dia seorang bos besar yang memiliki perusahaan bertaraf internasional? Tapi mengapa cara makannya seperti orang kelaparan?
“Ayo, silahkan duduk!” katanya menawariku. Lamunanku pun terputus. Dengan sungkan, aku segera duduk di depan meja kerjanya.
Sambil mencuri-curi pandang, kucoba amati keadaan ruang kerja sang bos. Sungguh aneh, ruangan besar itu hampir dipenuhi oleh umbo rampe (sesaji) yang sudah kering. Bahkan, nampak buah-buahan sesaji yang mulai membusuk hingga airnya menetes mengotori dinding serta karpet lantai. Aneka kue jajanan menjamur diatas meja. Tampak juga beberapa dupa yang masih menyala hingga asapnya memenuhi tiap sudut ruangan. Tak hanya itu, pada dinding serta langit-langit ruangan bergelantungan aneka jimat hingga menambah keunikan ruang kerja ini.
Kembali aku dibuat semakin takjub, manakala pandanganku mengarah pada sebuah patung besar setinggi hampir 2 meter yang dikelilingi banyak sesaji. Patung ini berdiri tegak disudut ruangan yang agak gelap. Aneh, siapakah laki-laki di depanku ini sebenarnya?
Saat bertanya jawab denganku, ternyata si bos ini memiliki sebentuk wajah yang agak aneh. Matanya menyerupai mata iblis seperti di film film animasi, sementara kedua alisnya naik ke atas bak alis para pendekar silat. Saat tersenyum pun dia lebih mirip menyeringai daripada senyuman, sembari memperlihatkan deretan giginya yang kotor serta tidak terawatt, bahkan masih dipenuhi sisa sisa makanan.
Sekalipun sangat aneh dan mengganggu pikiranku, namun aku terpaksa harus mengabaikan semua ini. Ya, demi mendapatkan sebuah pekerjaan!
Singkat cerita, aku memang diterima bekerja di kantor tersebut….
Setelah beberapa lama bekerja, baru kusadari kalau aku sebenarnya cuma jadi umpan kawan-kawan sekantor yang enggan lembur pada setiap kamis malam atau malam Jum’at. Ada apa sebenarnya? 
“Hati hati dengan yang ada dilantai empat, Man!” bisik Larno, salah seorang teman sejawat yang baik padaku. 
Aneh, peringatan ini bukan hanya datang dari Larno. Bahkan Pak Ishak, penjaga malam di gedung ini juga telah memperingatkanku agar tidak mencoba-coba naik ke lantai empat sendirian apabila hari telah gelap. 
“Kamu pasti celaka, Nak!” tegasnya ketika aku meminta alasan larangan itu. Dia menambahkan, “Aku saja yang sudah 18 tahun bekerja disini tidak berani pergi kelantai empat sendirian, terlebih lagi malam hari.
Mulanya, aku tak serius menanggapi cerita-cerita itu. Hingga suatu malam, terjadilah peristiwa itu….
Malam itu, jarum jam telah menunjukan pukul 19.30. Hampir seluruh ruangan telah kosong. Suasana mendadak senyap, bahkan kemudian berganti angker. Di luar sana angin berhembus kencang disertai deru hujan. 
Sendirian aku duduk terpaku di meja kerja ditemani dengan setumpuk tugas yang belum rampung. Aneh, tiba-tiba pikiranku melayang ke ruang sepi di lantai empat. Kulirik ruang sepi yang bersinar redup itu. Sepertinya, dari arah sana akan memunculkan satu bayangan, bahkan mungkin sesuatu yang mengerikan. 
Aneh, tiba tiba sekelebat bayangan wanita tua melintas. Aku segera bangkit mengejarnya. Kucoba berjalan menuju munculnya bayangan tadi. Tapi, aku tak menumukan siapa-siapa.
Aku yakin telah melihat bayangan seorang nenek. Perempuan renta itu jalan tertatih tatih. Anehnya, dia menghilang di lorong gelap menuju lantai empat? Siapa gerangan perempuan tua berbaju kumal itu? 
Bukannya merasa takut, kejadian ini justeru membuatku semakin penasaran. Segera saja kutelusuri lorong sepi yang terbentang panjang di depanku, sambil berharap sesosok nenek itu muncul lagi. Anehnya, tiba tiba terdengar suara perempuan sedang bercakap cakap di ujung koridor gelap ini. Siapa gerangan? Apa mungkin masih ada seorang staf wanita yang sedang menerima telepon? 
Ketika aku dalam kebingungan, jantungku nyaris copot sebab tiba tiba ada sebuah tangan yang merengkuh bahuku. Ketika aku menoleh, di hadapanku telah berdiri seorang wanita muda. Dia tersenyum dingin sambil menyodorkan segenggam kertas.
“Mencari siapa, Mas?” tanyanya datar, disertai raut wajah dingin tanpa ekspresi.
Aku diam tergugu. Wanita itu kembali berkata, “Tolong fotocopy semua dokumen ini. Bisa kan?”
“Oh, tentu bisa!” jawabku pendek. Bulu kudukku meremang. Dalam hati aku bertanya, “Perempuan ini staff di bagian apa? Kok aku belum pernah melihatnya.” 
“Ini dokumen penting, tidak semua orang bisa tahu!” katanya lagi.
Sambil berusaha menenangkan diri, aku menyahut, “Wah, kalau begitu saya jadi tahu dong, Mbak. Kan saya yang bantu fotocopynya!”
“Ini cuma daftar nama orang yang disuruh berkorban di sini, sekalipun mereka menolak. Ah, kasihan sekali mereka!” katanya lagi.
“Berkorban? Maksudnya untuk apa?” tanyaku, penasaran, sembari terus membolak balikan dokumen itu.
“Darah mereka!” jawabnya dengan suara yang agak tertahan. 
Aku kaget bukan kepalang. Seketika pandanganku berubah gelap. Dan, ketika terang kembali, kulihat dia sudah menghilang. Lalu, sama-samar terdengar suara alunan pendek perempuan menyanyi dari arah lorong sepi ini. 
Segera kuambil langkah seribu, setelah lebih dulu melemparkan kertas yang disebut dokumen tadi. Kubanting pintu dengan kencang. Aku lalu terduduk di depan meja kerjaku sambil mengatur nafas yang memburu tak karuan.

Gara-gara peristiwa ganjil itu, rasa penasaranku semakin bertambah. Apalagi, pagi setelah malamnya aku bertemu dengan sosok perempuan misterius itu ternyata ada karyawan yang meninggal. Apakah ini ada hubungannya dengan statemen perempuan misteruis itu?
Belakangan, aku memang melihat ada kejanggalan. Bila dihitung, hampir setiap minggu, satu persatu rekan kerja atau sanak saudara mereka ada saja yang meninggal. Menurut beberapa pegawai senior, setiap yang meninggal raut wajah mereka menyiratkan ada satu hal yang tidak wajar. Kabarnya, wajah jenazah tampak menghitam, punggung, tangan serta kakinya terdapat memar kebiruan, dan mata mereka terbuka, dengan rona wajah mereka seolah habis melihat sesuatu yang amat menakutkan. 
Pernah juga terjadi sebuah peristiwa lucu namun menyeramkan. Suatu hari, ada salah seorang menejer di kantor ini yang kerasukan roh seorang perempuan muda. Sang roh mengaku bernama Karissa. Dia telah mati karena bunuh diri 100 tahun silam. 
Lucunya, sang menejar yang bertubuh tambun dan galak itu, tiba tiba dapat berjalan sangat gemulai laksana perempuan. Tak hanya itu, suaranya juga berubah lembut khas wanita muda. 
Nah, dari celoteh Karissa-lah cerita yang sebenarnya bergulir. Termasuk tentang para korban mahluk di lantai empat. 
Karisasa yang meminjam mulut Pak Wahono, sang menejer itu, bercerita bahwa bos besar kami yang bernama Pak Paulus itu telah meminjam arwahnya sebagai budak suruhan untuk mendapatkan harta. Bahkan, untuk mengikat jiwa sesorang yang dia kehendaki untuk ditaklukan. 
Arwah Karissa juga mengaku bahwa pada hari-hari tertentu dia akan diberi “suguhan khusus” oleh majikannya. Selain umbo rampe dan dupa wangi, dia juga menghisap sari makanan langsung dari perut Pak Paulus. Syaratnya, Pak Paulus harus memakan tiga jenis makan kesukaan Karissa dalam jumlah amat banyak. Mungkin, inilah yang menyebabkan kenapa Pak Paulus pernah kulihat makan dalam jumlah banyak dan nampak sangat rakus. 
Aku juga pernah melihat dukun kepercayaan Pak Paulus datang ke lantai empat untuk mengadakan ritual semalam suntuk. Setelah itu, beredarlah cerita dari mulut orang dekatnya, bahwa Pak Paulus segera akan memecat beberapa orang karyawan, sebab menurut sang dukun mereka tidak cocok dan harus dienyahkan. 
Yang terjadi selanjutnya, setelah kedatangan dukun itu, suasana di dalam kantor jadi makin kacau. Seringkali terjadi keributan diantara staff dan karyawan. Sejumlah peristiwa aneh juga terjadi. Mulai staff kerasukan, mengalami kecelakaan fatal hingga cacat, bahkan yang meninggal pun ada. 
Selain itu, bisnis di perusahaan yang bergerak dalam industri garmen ini menjadi tersendat-sendat. Banyak hasil produksi yang tidak laku dijual bahkan dikembalikan karena rusak. Padahal, semua barang produksi yang dikirim ke costumer dalam keadaan baik tanpa cacat. 
Kondisi semacam ini membuat pikiranku jadi tidak karuan. Hingga, pada suatu malam, ketika semua staff dan karyawan telah meninggalkan ruang kerjanya masing-masing, tinggalah aku sendiri tercenung di meja kerjaku. Ketika aku sedang membereskan dokumen yang masih tercecer, tiba tiba saja ada angin dingin menyapu pundakku. 
Tidak berapa lama, samara-samar terdenar suara perempuan yang seolah sedang merapal doa. Seketika itu rasa takut di dalam hatiku muncul. Terlebih lagi, lama kelamaan suara itu semakin keras terdengar, meski tidak jelas mantra apa yang sedang dilantunkannya. Walau begitu, kucoba memberanikan diri bangkit lalu berjalan ke arah datangnya suara itu. 
Kubuka pintu koridor ke lantai tiga, yang kuduga menjadi sumber suara. Seketika tercium semerbak wangi bunga sedap malam, serta aroma rokok klobot. Kuhentikan langkah untuk sekedar mengatur nafas, sambil menenangkan hatiku yang mulai dihantui rasa takut.
Hatiku pun kecut bukan main ketika sadar bahwa langkah ini telah sampai di trap tangga terakhir dari sepuluh anak tangga menuju ruangan laknat di lantai empat itu. 
Sementara itu, suara rapalan mantera si perempuan semakin keras terdengar, diselingi oleh aroma semerbak bunga sedap malam, kemenyan serta anyir darah yang semakin menyengat hidungku. 
Sejenak, aku berdiri terpaku di depan pintu kaca kusam yang membatasi pandanganku ke ruangan bagian dalam. Kaca patri bermotif burung elang membingkai sehelai pintu ruang laknat penuh misteri ini. Tanganku bergetar tak sabar ingin membuka pintunya.
Kudorong perlahan. Suara berderit engselnya seolah genderang perang yang memukul jantungku. Saat aku melangkah tertatih di dalam suasana temaram, aku mengenali gerak gerik sesosok mahluk besar kehitaman di bawah temaram lampu 5 watt. Kakiku pun terasa lemas! Sungguh, aku benar-benar melihat bagaimana makhluk itu sambil menggeram terus menggerogoti mangsanya dengan rakus. 
Dalam keadaan sangat takut, aku mengenali kalau ternyata mahluk itu wujudnya separuh srigala separuh manusia. Dia sedang mengoyak-ngoyak sepotong daging merah dengan kuku hitam tajamnya .
Pes! Aneh, tiba tiba lampu di dalam ruangan itu padam. Aku terkejut dan hampir tidak bisa menguasai diri lagi. Bau anyir darah busuk itu sangat menyesakkan dada, hingga kepalaku pusing. Suara dengusan srigala besar yang menggeram dengan marah menghentak jantungku!
Dalam ruangan gelap itu aku tidak dapat berbuat apa-apa, selain membalikan badan menghambur keluar ruangan. Tapi binatang iblis itu tidak tinggal diam. Dia berusaha menangkpuku. Akupun terdorong keluar dari ruangan itu. Di ruangan yang lebar terang ini, aku cukup jelas melihat wajah serigala aneh itu, dengan seringai gigi tajamnya yang belumuran darah. 
Akupun berteriak sekuat tenaga. Tidak sadar, kakiku terpeleset. Tubuhku terpelanting jatuh berguling guling menuruni anak tangga sampai ke lantai. Tak ayal lagi seluruh sendi di badanku terasa patah. Kepala ku pusing berat, Bersamaan dengan itu, di telingaku kembali terngiang suara perempuan pembaca mantera tadi. Sambil menahan sakit, aku segera berlari meninggalkan ruangan….
Seminggu setelah kejadian itu, suatu siang aku sedang merapikan beberapa barang yang tertumpuk di koridor gelap depan ruangan. Pak Paulus muncul dengan tiba tiba. Dia berjalan ke arahku dengan rona wajah yang tidak bersahabat. Aku segera aku bangkit untuk memberi salam. Tidak diduga dia malah mengancamku dengan kata-kata yang tidak mengenakan hati.
“Hei you!” katanya sambil menunjuk wajahku. “Gua orang kaya raya, gua ada uang banyak, ribuan setan, arwah leluhur bahkan jin manapun sudah gua panggil dan gua tundukkan, apalagi cuma you manusia kecil!” cecarnya dengan nada sinis. 
“Gua, kasih you peringatan! Mahluk besar di lantai empat adalah pelindung gua, seluruh harta gua dia yang jaga, dia amat kuat luar biasa, tidak akan ada yang bisa kalahkan dia punya kekuatan!” bentaknya lagi.
“Karena mahluk mahluk itu gua jadi punya kekuatan besar lebih dari orang lain! Asal you tahu aja ya, gua gak bisa mati!!” lanjutnya dengan jumawa.
“So, jadi you jangan coba-coba ganggu dia punya tempat, apalagi you mau jadi pahlawan kesiangan di sini!” hardiknya pula. 
“Kalau you masih butuh makan, you duduk en kerja baik baik seperti si bego lainnya atau you out saja dari sini!” kejarnya lagi sambil telunjuknya terus mendorong keningku keras-keras. Setelah itu dia pergi sambil masih terus mengumpat dengan kata-kata yang sangat kasar.
Penghinaan Pak Paulus memang sungguh menyakiti perasaanku. Harga diriku telah diinjak-injak olehnya. Namun, bukan ini alasan utamaku untuk berhenti bekerja. Demi Tuhan, sejak peristiwa malam itu, bayangan menyeramkan sosok srigala berbadan manusia itu selalu menghantuiku. Bahkan, dengus nafasnya yang berbau busuk itu serasa begitu dekat dengan hidung dan telingaku.
Walau aku sangat membutuhkan pekerjaan, namun kuputuskan untuk segera hengkang dari kantor itu. Dan hari itu, aku kembali duduk di sofa depan ruangan Pak Paulus, menunggu giliran masuk seperti tempo hari. Tapi kali ini bukan untuk mengemis minda dipekerjaan, namun aku akan menyerahkan surat pengunduran diri resmi. 
Tak lama kemudian aku diizinkan masuk. Ketika berhadapan dengannya, sedikitpun aku tidak mau melihat wajahnya yang amat serupa dengan iblis srigala di lantai empat itu. Sembari mejawab pertanyaannya, dalam hati kupanjatkan doa-doa pendek, serta berusaha tetap menjaga kesadaran pikiranku, agar tidak terpengaruh jampi-jampi lewat tatapan matanya yang tajam menusuk itu.
Sambil disertai dengan sumpah serapah dari mulut Pak Paulus, aku segera keluar meninggalkan ruangannya. Dengan nama Tuhan, aku segera tinggalkan kerajaan setan itu untuk kembali ke kehidupanku yang normal.
Demikianlah sepenggal kisah yang pernah kualami. Sejak 2 tahun meninggalkan perushaan itu, tak pernah sekalipun kudengar kisahnya. Entah apa yang terjadi dengan teman-temanku yang masih coba bertahan di sana. Kabarnya, perushaan garmen itu sudah di ambang kebangkrutan. Pak Paulus sendiri disebut-sebut lebih senang tinggal di villanya yang ada di Seminyak, Bali.

sumber : kisah-kisah mistis

Dendam Membara Kuntilanak

klenikmisteri.blogspot.com - Jakarta tempo dulu adalah sebuah perkampungan yang masih asri, penuh dengan pohon-pohon yang besar dan rindang. Sebuah kisah mistis terjadi di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Kisah tentang seorang ibu yang mati dalam keadaan hamil tua dan arwahnya menjelma menjadi sosok Kuntilanak….

Sosok kuntilanak sekarang ini menjadi primadona dalam sinetron maupun film layar lebar. Dalam tayangan sinematografi, umumnya digambarkan sang kuntilanak umumnya digambarkan sebagai sosok arwah penasaran yang membalas dendam pada orang-orang yang pernah mencelakainya sewaktu dia masih hidup sebagai manusia. Entah kebetulan atau tidak, peristiwa yang saya ceritakan ini persis seperti kisah dalam film, yakni tentang sosok kuntilanak atau pocong yang ingin balas dendam kepada mereka yang telah mencelakai dirinya.
Kejadiannya memang sudah cukup lama, yakni pada tahun 50-an, dan berlangsung di daerah Senayan, Jakarta Selatan. Waktu itu saya (Penulis) masih duduk di bangku Sekolah Rakyat (SR) atau yang sekarang disebut SD. 

Perlu diketahui, pada tahun 50-an, Senayan tentu saja belum menjadi sebuah kawasan metropolitan seperti sekarang ini. Waktu itu Senayan adalah sebuah perkampungan masyarakat Betawi yang masih banyak ditumbuhi pohon besar. Orang Betawi tempo dulu memang sudah lazim menanam pohon nangka, cempedak, rambutan, durian, mangga dan kelapa di kebun atau halaman rumah mereka. Jadi saat itu kondisi Senayan mirip hutan atau daerah pegunungan.
Waktu, orang tua saya dan beberapa kepala keluarga lainnya yang berasal dari desa di Jawa Barat, merantau ke Senayan. Kami sebenarnya satu sama lain masih merupakan sanak saudara. Rumah orang tua saya, terletak di pinggir jalan, sebab kakek saya membuka usaha toko furniture. Bersebelahan toko kakek, adalah toko sembako milik seorang keturunan Cina totok yang akrab disapa Babah Jangkung.
Babah Jangkung dan keluarganya termasuk China yang kaya raya kala itu. Karena tak ada saingan, toko sembakonya sangat laris. Pembelinya bukan cuma penduduk sekitar, tapi ada juga yang datang dari jauh. Agaknya, Babah Jangkung memang menjual dagangannya dengan harga yang sedikit miring, karena itu pelanggan berbondong-bondong datang ke tokonya yang besar itu.
Sementara itu, di belakang rumah kakek saya, berjajar rumah-rumah sederhana milik orang yang sedesa dengan kami. Sedangkan rumah orang Betawi asli terletak agak jauh. Waktu itu, hampir semua pribumi Betawi masing-masing memiliki tanah yang cukup luas. Ukuran rumahnya pun besar-besar dengan banguan khas Betawi.
Suatu hari, tetangga di belakang rumah, persisnya seorang ibu muda baya yang bernama Ceu Tiyah terserang malaria. Tubuhnya menggigil, walaupun sudah diselimuti berlapis-lapis kain. Sementara itu pula suhu badannya kian meninggi karena demam yang hebat. 
Malang sekali nasib Ceu Tiyah. Waktu itu dia tengah mengandung beberapa bulan. Karena waktu itu belum ada obat-obatan seperti sekarang, dan juga karena takdir Allah, Ceu Tiyah tak pernah sembuh lagi dari serangan malaria itu. Dia meninggal bersama bayi dalam kandungannya.
Malam harinya, setelah siangnya Ceu Tiyah dikuburkan, nenek saya kebetulan buang air kecil di kamar mandi. Letak kamar mandi dan wc kami terpisah dengan bangunan rumah. Kebetulan kamar mandi itu bersebelahan dengan rumah keluarga Ceu Tiyah. Selesai buang hajat kecil, nenek saya terkejut bukan kepalang. Apa lacur, nenek melihat sosok Ceu Tiyah sedang berdiri sambil menyaksikan orang main kartu di ruang tamu rumahnya. Kebiasaan orang Betawi waktu itu kalau ada yang sedang berduka atau lahiran maupun pesta, malamnya memang selalu diisi dengan main kartu. Apalagi, suami Ceu Tiyah memang dikenal sebagai seorang penjudi berat. 
Di luar rumah almarhumah Ceu Tiyah memang tidak ada penerangan, tapi sinar lampu patromak dari ruang tamu lumayan terang. Ingat, waktu itu Jakarta belum ada listrik. 
Karena yakin yang dilihatnya adalah Ceu Tiyah yang baru siang hari tadi dikuburkan, dengan melangkah perlahan-lahan dan sambil membawa segayung air, nenek saya yang pemberani menghampiri Ceu Tiyah. Kemudian air itu disiramkannya oleh nenek sambil berkata, “Pergi kamu!”
Ceu Tiyah berlalu. Tapi bukan dengan melangkah, melainkan melayang seperti terbang sambil mengeluarkan suara mirip anak ayam. 
Beberapa hari kemudian setelah kejadian malam itu Uding, suami Ceu Tiyah terserang demam tinggi. Yang terasa aneh, bola mata Uding selalu melotot seperti orang ketakutan, dan mulutnya selalu berteriak-teriak menyebut nama almarhumah isterinya, “Ampun Tiyah! Ampun Tiyah!”
Hanya sehari sakit, jiwa Uding tidak tertolong lagi. Dia meninggal dalam keadaan kedua bola matanya membelalak, seperti melihat sesuatu yang amat menakutinya. Hal yang sangat aneh dan misterius, pada leher si mayat terihat bekas tangan mencengkeram sedemikian kuat. Karena itulah orang-orang menduga Uding tewas karena dicekik. Mungkinkah itu perbuatan Ceu Tiyah yang menurut kesaksian nenek saya telah berubah wujud menjadi kuntilanak?
Yang pasti, sejak kematian Uding, teror Ceu Tiyah semakin menjadi-jadi. Setelah suaminya meninggal dengan bekas cekikikan di leher, teman-teman berjudi Uding pun mengalami nasib yang sama. Mereka mula-mula terserang demam tinggi. Beberapa hari kemudian meracau dengan berteriak-teriak dan mata membelalak ketakutan. “Ampun Ceu Tiyah! Ampun Ceu Tiyah!” Begitulah yang keluar dari mulut mereka. 
Teman-teman judi Uding itu akhirnya meninggal, dengan kondisi sama seperti suami Ceu Tiyah. Ada bekas cekikan di lehernya. 
Ceu Tiyah pun tak urung melakukan balas dendam pada Babah Jangkung, si pemilik toko sembako. Babah Jangkung rupanya pernah memaki-maki Ceu Tiyah semasa hidupnya, karena utang belanja sembako di tokonya tidak terbayar.
Balas dendam juga dilakukkan pada tetangga yang pernah bertengkar dengan almarhumah. Bahkan, musuh anak Ceu Tiyah (ada dua anak remaja Ceu Tiyah) meninggal juga secara mendadak. 
Atas kejadian demi kejadian misterius ini, oang sekampung tambah yakin bahwa semua teror maut itu adalah perbuatan balas dendam dari Ceu Tiyah yang disebut-sebut telah menjelma menjadi Kuntilanak.
Memang, sudah menjadi rahasia umum bahwa Ceu Tiyah dengan suaminya hidup tidak harmonis. Kedua suami isteri itu sering telibat pertengkaran. Salah satu penyebabnya adalah karena suami Ceu Tiyah seorang pejudi berat. Uang yang didapat sebagai buruh bangunan selalu digunakan untuk judi, sehingga utang ke Babah Jangkung tidak pernah lunas.
Awal tahun 60-an, penduduk Senayan terkena penggusuran, karena di areal itu akan dibangun komplek Gelora Bung Karno dalam rangka Asian Games. Mula-mula yang digusur adalah tempat pemakaman umum yang lokasinya hanya beberapa puluh meter dari tempat tinggal kami.
Masing-masing kuburan digali lalu tulang-belulangnya dipindahkan ke pemakaman Blok P Kebayoran Baru. Sekarang pemakaman Blok P pun sudah tidak ada lagi, karena di lokasi itu sudah dibangun gedung kantor Walikota Jakarta Selatan.
Penduduk Senayan yang kena gusur pindah berpencaran. Ada yang pindah ke sekitar Kebayoran Baru, ada yang ke Simprug, dan ada yang ke Tebet. Kakek saya sekeluarga memilih pindah ke Tebet. 
Sejak penggusuran itu, teror maut Ceu Tiyah tidak pernah terjadi lagi. Anak-anaknya yang menjadi yatim piatu pulang kampung. Hampir setengah abad berlalu kejadian misterius itu, namun rasanya baru saja kemarin terjadi. Bila ingat lagi saya bergidik ngeri.

sumber : kisah-kisah mistis

Kamis, 05 September 2013

Diteror Beragam Jenis Penunggu Rumah Angker

Ilustrasi
klenikmisteri.blogspot.com- ini kisah dari seorang sahabat yang telah menempati rumah angker selama 2 tahun. Rumah angker yang ditempati tersebut dia peroleh dari bosnya.Rumahnya cukup lumayan besar dan lokasinya di daerah mojosari. Tempatnya juga cukup asri dengan banyak pepohonan yang tumbuh rindang mengitari rumah tersebut.

menurut sahabatku.sebelum dia menempati rumah tersebut.telah banyak juga orang yang menyewa rumah itu. dan dalam selang waktu yang singkat, pagi ditempati sorenya sudah minta keluar.ini terbukti bahwa rumah tersebut sangatlah angker.karena tidak mau rumahnya terus-terusan kosong, bosnya menyerahkan rumah itu untuk di tempati sahabatku supaya dirawat sampai waktu yang telah di tentukan bosnya.

selain dari banyaknya penyewa yang tidak mampu bertahan di rumah itu, ada cerita dari penduduk setempat yang membuat bulu kudu kita merinding. salah satu ceritanya yaitu, salah satu penduduk pernah melihat pocongan, orang tinggi besar berbulu hitam sejenis gendruwo, dan perempuan berbaju putih alias kuntilanak.
Semua hantu itu pernah menampakkan diri ke sahabatku selama menempati rumah tersebut.malahan ada penampakan lain yang dia lihat. salah satunya 2 ekor serigala bermata merah dan besarnya seukuran anak sapi .

menurut cerita sahabatku, dua serigala itu tiba-tiba masuk ke dalam rumah mau menyerang sahabatku yang pada saat itu posisinya duduk di ruang tamu. serigala itu bergerak semakin dekat menghampiri sahabatku, sedangkan dia tidak gentar sedikitpun, dia pasrahkan semua kepada Allah Swt. Tiba-tiba tidak disadarinya, muncul seekor harimau dengan ukuran yang lebih besar dari kedua serigala tersebut. menurutnya harimau itu keluar dari belakang tubuhnya dan berjalan ke depan sahabatku dengan memasang badan untuk menyerang kedua serigala tersebut. entah kenapa dua serigala tersebut tidak berani melanjutkan langkahnya mendekati sahabatku.melainkan kabur berbalik arah dan menghilang. karena dirasa sudah aman harimau itu kemudian berjalan ke belakang sahabatku dan tiba-tiba menghilang.

cerita kedua di malam hari juga, malam itu dia terjaga tidak tidur. dan waktu menunjukkan jam 12 malam.waktu sambil wirid. tiba tiba muncul hantu jerangkong, ciri-ciri hantu itu menurut dia. ukurannya sebesar kucing badannya berupa tulang tengkorak dan kepalanya sangat menyeramkan.dia saling padang dengan jerangkong tersebut.dan tidak sampai lama hanya beberapa menit, jerangkong itu melompat dan menghilang.
menurut cerita, hantu jerangkong terbentuk dari potongan tulang jari kaki atau tangan dari mayat yang meninggal tidak wajar seperti mayat yang mati karen kecelakaan.

cerita yang ketiga. ketemu ndas gelundung atau gelundung peringis.telah diceritakan sahabatku, waktu itu hari menjelang senja. dia duduk-duduk di belakang rumah.kebetulan di belakang rumah banyak pohon kelapa tumbuh subur menjuntai tinggi dengan buah kelapa yang bergerombol.Sambil melamun dia melihat buah kelapa itu, matanya tertuju pada salah satu pohon kelapa di dekat dia duduk.ternyata isi lamunannya dia ingin menikmati buah kelapa yang kelihatan hijau, pastilah rasanya sangat segar. tiba-tiba ada suara" buuukkk" tak jauh dari tempat dia duduk, sepertinya ada buah kelapa yang jatuh. Wajahnya tiba-tiba sumringah / ceria. karena keinginannya untuk menikmati buah kelapa bisa terpenuhi. Dengan mengambil langkah berhati-hati, karen hari sudah menjelang magrib dan matahari sudah setengah tenggelam di ufuk barat, dia hampiri asal suara jatuhnya buah kelapa tersebut. Dia pilah-pilah rumput ilalang yang banyak tumbuh di bawah pohon kelapa. Akhirnya dia temukan lokasi suara benda yang jatuh itu, ternyata apa yang dia lihat bukanlah sebuah buah kelapa melainkan ndas gelundung. Hantu itu tiba-tiba meringis/senyum dengan menunjukkN taringnya yang tajam. Menurut dia, bentuknya hanya sebuah kepala ada tumbuh tangan di posisi telinga kiri dan kanannya. cirinya dia selalu meringis bila menunjukkan diri. berhubung sahabatku bukan seorang penakut. ditendangnya hantu itu, belum sampai ketendang hantu itu kabur dengan menggelundung menjauh di temaramnya suasana waktu itu.

begitulah cerita dari sahabatku, sekarang sahabatku itu sudah pindah dan menempati rumahnya sendiri di bojonegoro.Dikarenakan salah satu anak dari bosnya yang baru menikah akan menempati rumah angker tersebut.