Rabu, 27 Maret 2013

Jalan Misteri (Mysterious Road)

klenikmisteri.blogspot.com - Apakah anda pernah mendengar cerita tentang misteri jabal magnet di arab saudi, dimana ada sebuah jalan yang mengandung medan magnet yang bisa menarik mobil ataupun sepeda motor.Dan apakah anda pernah merasakan sendiri bagaimana rasanya mengendarai kendaraan dengan kondisi mesin mati.

Apabila anda hanya bisa membayangkan, jangan kawatir.Karena di Indonesia khususnya di daerah wisata gunung kelud kediri, ada sebuah jalan yang mengandung medan magnet yang diberi nama Jalan Misteri.Memang jarak tempuh jalan yang mengandung medan magnet hanya 100 meter, tetapi kesannya sangat mistis sekali.

Fenomena alam ini bisa anda jumpai di kawasan wisata gunung kelud kabupaten kediri jawa timur.lokasinya yang di alam pegunungan membuat tempat ini sangat enak dikunjungi, selain udaranya bersih dan sejuk, bisa menikmati suasana alam pegunungan yang luar biasa indahnya.

Fenomena alam ini, menurut cerita pegawai dinas budaya dan pariwisata kediri bernama pak sadirin, menegaskan bahwa fenomena alam tersebut ada karena dua pendapat.Yang pertama, fenomena tersebut muncul karena disinyalir ada indikasi medan magnet disekitar tempat itu. dan pendapat yang kedua, adanya tipuan penglihatan saja atau fatamorgana.maksudnya semua benda yang menggelinding dikarenakan adanya perpindahan benda dari atas ke bawah, meskipun secara kasat mata posisi jalan tersebut agak menanjak.

Pendapat lainnya menurut ahli spiritual yang melihat tempat itu, ada sebuah benda meteor yang jatuh ke lokasi itu dan benda meteor itu mempunyai daya tarik sangat kuat sehinga semua benda yang bulat bisa menggelinding seperti tertarik. yang tidak bisa di tangkap nalar, jika tempat ini mengandung medan magnet, kenapa benda lain selain yang terbuat dari besi bisa tertarik juga seperti botol minuman yang terbuat dari plastik.

Jika anda penasaran dan masih belum percaya keberadaan Jalan Misteri, bisa anda buktikan sendiri disini.

Rabu, 20 Maret 2013

Benda - Benda Bertuah

Keris Asmaul Husna
Keris ini bertuliskan Kalimat Asmaul Husna yang berjumlah 99 Asma Allah



Kulit Kidang
Khodamnya pernah menampakkan diri ciri fisiknya Bayangan hitam

seperti orang tinggi besar dan berambut gimbal

Keris naga Emas
Konon bahan dasarnya terbuat dari emas budha


Batu Meteor & Blue Shafir
Batu ini berasal dari meteor yang jatuh dari langit
mempunyai medan magnet untuk menghisap makluk halus
dan mengubah ghaib hantu gendruwo menjadi
mustika gendruwo  

Senin, 11 Maret 2013

Suamiku Tenyata Gendruwo

Ilustrasi
klenikmisteri.blogspot.com - Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan! Pepatah ini kiranya cukup pas untuk menggambarkan betapa kerasnya perjuangan Retno Kumala (46), si pemilik kisah Catatan Hitam kali ini. Demi masa depan kedua anaknya, ia nekad memilih jalan hidup yang mungkin sangat sulit dijelaskan dengan nalar. Ia rela kawin dengan genderuwo. Ini ia lakukan bukan semata-mata karena ia mendambakan hidup bahagia dengan limpahan harta dari suaminya yang berasal dari dunia gaib tersebut. Namun, sekali lagi, ia melakukannya demi masa depan  kedua anaknya yang telah lama ditinggal pergi oleh ayahnya.

Tapi, bagaimana kenyataan selanjutnya yang harus ia hadapi? berikut ini kisah Catatan Hitam hidupnya itu secara lengkap. Selamat mengikuti…!
Kehidupan rumah tanggaku pada awalnya sangat bahagia. Suamiku, Warijo, seorang pria yang sangat bertanggungjawab. Ia juga ayah yang baik dan sangat menyayangi ketiga anaknya.

Suatu saat kami harus pindah dari Surabaya ke Palembang. Maklum saja,  ketika itu Mas Warijo dimutasi ke kantor cabang perusahaan tempatnya bekerja dengan posisi dan jabatan, juga gaji yang tentu saja jauh lebih baik. Semula kami berharap akan mendapatkan kehidupan yang lebih bahagia lagi di tempat baru ini, namun justru di Kota Empek Empek inilah kepahitan itu berawal.

Ya, tragedi itu bermula dari vonis kanker otak terhadap anak ketiga kami Bambang Prihandoko, yang ketika itu baru berumur 3,5 tahun. Kenyataan ini sungguh memukul batinku, juga batin suamiku. Sejak si bungsu divonis mengidap kanker otak, kulihat Mas Warijo sering melamun seorang diri. Memang, dibanding kedua anaknya yang lain, Mas Warijo jauh lebih menyayangi si bungsu, sebab sejak bayi merah anak ini memang sering sakit-sakitan sehingga membutuhkan perhatian ekstra dari kami. Mungkin karena itulah tumbuh kasih sayang yang sangat besar dari kami berdua, terutama Mas Warijo yang pernah menyebut Bambang sebagai “anak yang akan memiliki banyak keajaiban,” sebab ketika aku mengandungnya Mas Warijo mengaku sering bermimpi ditemui seorang kakek bersorban putih mirip sosok wali, yang menitipkan anak padanya. Namun, mimpi hanyalah mimpi. Kenyataan tetap berbicara lain.

Meski biaya pengobatan si kecil ditanggung oleh Asuransi Kesehatan (ASKES) dari perusahaan tempat Mas Warijo bekerja, namun karena penyakit yang diderita oleh Bambang relatif langka dan sulit disembuhkan, maka usaha kami membawanya berobat ke berbagai rumah sakit ternama di Kota Palembang sepertinya hanya sia-sia saja. Bila sedang kumat si kecil Bambang sering jatuh pingsan, dan kami tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya membawanya ke rumah sakit untuk sekedar mendapatkan penangangan gawat darurat.

Kami hampir putus asa menghadapi keadaan si bungsu. Puncaknya, pada musim libur hari raya Idul Fitri di tahun 2005 silam, kami sekeluarga memutuskan mudik ke kampung halamanku di Wonogiri, Jawa Timur. Disamping ingin berlebaran bersama keluarga, rencananya kesempatan ini juga akan kami gunakan untuk mencari cara alternatif guna mengobati penyakit Bambang.

Manusia hanya bisa berencana, sedang Tuhan juga yang menentukan. Itulah yang terjadi. Seminggu setelah tinggal di rumah orang tuaku untuk menikmati liburan, dan sebelum sempat kami membawa Bambang berobat secara alternatif, ternyata Tuhan telah memanggilnya lebih dulu. Bambang menghembuskan nafas terakhirnya dalam gendongan ayahnya.

Kepahitan ini terjadi hanya 3 hari setelah hari raya Idul Fitri. Betapa berdukanya kami sekeluarga karena kepergian Bambang jatuh pada hari yang semestinya penuh dengan kabahagiaan. Apalagi malam harinya Bambang masih sehat dan bermain-main dengan kami. Baru menjelang subuh ia pingsan setelah lebih dulu kejang karena menahan sakit pada kepalanya, sampai akhirnya ia tak kuat lagi melawan rasa sakit itu.

Kepergian si bungsu sungguh merupakan kehilangan yang teramat besar bagi kami. Sebagai ibu yang merawatnya sejak masih dalam kandungan, sudah barang tentu sulit bagiku untuk mengikhlaskan kepergiannya. Mas Warijo pun sepertinya merasakan hal yang sama. Namun sebagai lelaki ia sudah pasti jauh lebih kuat jika dibandingkan denganku. Buktinya, walau masih dalam kedukaan, karena masa liburan yang sudah habis, maka itu setelah selamatan tujuh hari kepergian Bambang, Mas Warijo kembali ke Palembang untuk melakukan rutinitasnya sebagai seorang karyawan sebuah perusahaan swasta. Sementara itu aku sendiri lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah orang tuaku. Demikian pula dengan kedua anakku yang ketika itu baru duduk di kelas satu dan dua SMP. Mereka tetap tinggal di Wonogiri, bahkan karena kedekatan dengan kakek dan neneknya kedua anakku ini memilih pindah sekolah.

Sejak kepergian si bungsu, hari-hari yang kulalui terasa sangat hampa. Berat pula bagiku untuk kembali ke Palembang mengingat kedua putra dan putriku juga enggan untuk menyusul ayahnya pulang ke sana. Kerana keadaan ini pada akhirnya aku pun lebih memilih tinggal di Wonogiri. Suamiku cukup mengerti dengan pilihanku ini. Ia tahu pasti kalau kondisi jiwaku masih sangat labil.

Lima bulan berlalu sejak kematian si bungsu, Mas Warijo masih rutin mengirimi kami uang untuk biaya hidup setiap bulannya. Di bulan ke 6 sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya terjadilah. Kiriman uang dari Mas Warijo tak kunjung tiba sesuai jadwal biasanya. Mendapati kenyataan ini, kucoba menghungunginya lewat ponsel miliknya, tapi ternyata mailboks. Ketika kukontak lewat telepon kantor, pihak resepsionis malah mengatakan kalau Mas Warijo sudah mengundurkan diri sejak sebulan lalu.

Berita ini benar-benar membuatku pusing tujuh keliling. Mengapa Mas Warijo mengundurkan diri dari pekerjaan dengan tanpa terlebih dahulu meminta pendapatku, atau setidaknya memberitahuku? Apa yang telah terjadi dengannya? Mengapa ia begitu berani mengambil keputusan yang sedemikian gegabah? Apakah ia sudah mendapatkan pekerjaan lain yang jauh lebih menjanjikan?

Setumpuk pertanyaan itu tak pernah kudapatkan jawabannya, sebab sejak kuterima berita itu Mas Warijo seolah telah menghilang dari jagat raya ini. Tak pernah secuilpun kudengar kabar tentang dirinya. Berulang kali kuhubungi nomor ponselnya, namun yang kudengar hanya suara operator yang mengatakan bahwa nomor tersebut tak dapat dihubungi.

Betapa kecewa hatiku, sebab Mas Warijo pun sama sekali tak pernah mengontakku walau hanya sekejap saja.

Kemana perginya Mas Warijo? Tak ada seorang pun yang bisa menjawabnya. Ia telah pergi tanpa pesan. Meninggalkanku dengan dua orang anak yang masih membutuhkan biaya hidup yang sangat besar, terutama  untuk pendidikannya.

Di tengah keputusasaan aku bertemu dengan sahabatku semasa SMA dulu. Sebut saja namanya Yulianah. Waktu itu aku sangat surpraise melihat keadaan Yulianah yang sepertinya sudah jadi orang sukses. Ia bisa nyetir sendiri mobilnya yang bagus dan sangat mewah menurutku. Tak hanya itu, ia juga sudah menyandang gelar sebagai seorang Hajjah, dan ia nampak cantik sekali dengan balutan busana muslimah.

Bagaimana ceritanya sampai kehidupan Yulianah bisa berubah dengan sedemikian drastis? Padahal, aku tahu persis bagaimana asal-usul sahabatku ini. Ia lahir dari keluarga petani yang sangat miskin. Bahkan sewaktu sekolah dulu ia sering menunggak SPP, dan kalau jajan di kantin sering kali aku yang mentraktirnya.

Melihat Yulianah yang sudah hidup senang, terus terang saja aku merasa sangat iri padanya. Sahabatku ini seolah-olah bisa membaca perasaanku. Buktinya, seminggu setelah bertemu dengannya, ia mengundangku datang ke rumahnya.

Ketika aku sampai di rumahnya, kekagumanku padanya semakin besar saja. Bagaimana tidak? Kulihat rumah Yulianah yang megah dan cukup mewah menurut ukuranku.

“Kemana suamimu, Yul?” tanyaku ketika itu saat melihat suasana rumah yang sepi.

Yuliana tersenyum  sambil menyuguhkan cemilan di hadapanku. “Aku sudah 5 tahun menjanda, Ret!” katanya.

Mendengar jawabannya, aku merasa sedikit tak enak hati. Namun, Yulianah sepertinya tidak merisaukan pertanyaanku barusan. Nyatanya ia segera menyambung penjelasannya.

“Suamiku selingkuh, jadi kupikir mending bercerai saja. Lagi pula, sekarang ini keadaanku sudah cukup mapan. Karena itu meski mantan suamiku sering meminta ingin kembali, tapi dengan tegas selalu kutolak. Apalagi kedua anakku juga sudah besar. Mereka tidak pernah menanyakan Bapaknya. Ya, beginilah kehidupanku, dan aku merasa cukup bahagia meski tanpa suami. Oya, bagaimana keadaanmu rumah tanggamu, Retno?”

Karena ditodong pertanyaan seperti itu, akhirnya tanpa tedeng aling-aling kuceritakan bagaimana porak-porandanya keluargaku. Sebagai sahabat, sepertinya Yulianah sangat tersentuh mendengar ceritaku.

Ia berkata setelah menyimak ceritaku, “Aku ini tetap sahabatmu, Retno. Karena itu aku juga ingin melihat hidupmu bahagia. Masalahnya, apakah kau mau melakukan solusi yang akan kuberikan, dan apakah kau akan mempercayainya?”

“Seperti apa solusi yang kau tawarkan itu, Yul?” aku balik bertanya.

“Kau harus kawin dengan genderuwo!”

Betapa terkejutnya aku mendengar jawaban dari mulut mungil sahabatku ini. Bagaimana mungkin Yulianah yang sudah menyandang titel sebagai seorang Hajjah itu sampai tega hati menawarkan solusi sesat itu padaku?

Seolah bisa membaca keterkejutanku, Yulianah buru-buru menyambung ucapannya sambil tersenyum, “Kau jangan buru-buru berpikiran negatif! Kau pasti menyangka ini semacam pesugihan bukan? Sama sekali tidak, Retno! Menurutku ini halal. Kau akan dinikahkan dengan makhluk itu secara Islam. Selama kau menjadi isterinya, genderuwo itu akan menafkahimu secara lahir dan batin. Bila kau sudah merasa punya cukup modal, kau bisa bercerai dengannya. Dan yang paling penting, ritual ini tidak ada tumbal macam-macam. Asal kau tahu saja, aku bisa seperti ini juga kerana melakukan ritual itu. Setahun lalu aku minta cerai sebab aku sudah merasa punya cukup modal untuk berusaha sendiri. Genderuwo itu bersedia menceraikanku, dan sekarang hidupku tenang sebab aku juga bisa menjalankan ibadah.”

Setelah mendengar penjelasan Yulianah seperti itu, akupun mulai tertarik untuk mengikuti jejaknya. Terlebih lagi kehidupan saat itu memang sangat susah. Bapakku yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga sudah berhenti bekerja\ karena penyakit diabetes yang merongrong tubuhnya. Belum lagi aku juga harus memikirkan biaya sekolah dan masa depan kedua anakku. Walau bagaimana pun mereka harus terus sekolah dan kuliah sampai ke perguruan tinggi.

Dengan kedua alasan tersebut akhirnya aku meminta Yulianah untuk mengantarkanku ke rumah “orang pintar” yang katanya sudah biasa memandu ritual kawin dengan genderuwo itu.

Singkat cerita, Yulianah mempertemukanku dengan Ki Badrowi, sebetulah begitu, paranormal yang biasa mengawinkan manusia dengan genderuwo. Setelah mendengarkan penjelasan tentang keinginanku yang disampaikan oleh Yulianah, Ki Badrowi mengaku bersedia membantu. Namun aku diminta untuk mempersiapkan semua kelengkapannya, seperti Apel Jin dan berbagai sarana lain untuk selamatan ritual perkawinan itu nantinya. Yulianah bersedia membantuku menyiapkan semua keperluan ini.

Benar juga kata Yulianah. Ritual perkawinan itu memang seperti halnya prosesi perkawinan dalam aturan hukum Islam. Artinya, ada saksi, penghulu, wali, pengantin, dan juga ijab kabul, bahkan juga mas kawin berupa cincin emas seberat 1 gram. Untuk wali langsung diwakilkan kepada Ki Badrowi, sebab ayahku memang tidak mungkin bisa dihadirkan. Jadi, dalam prosesi pernikahan itu Ki Badrowi bertindak sebagai wali sekaligus penghulunya.

Karena mempelai lelaki tak bisa dilihat oleh mataku, maka proses ijab kabul pun sangat janggal menurutku. Sama sekali tidak ada ucapan akad nikah, meski kemudian wali dan saksi langsung mengesahkannya.

Yang juga terasa aneh, setelah prosesi pernikahan selesai, Yulianah berbisik di telingaku, “Suamimu itu tampan sekali, Retno. Kau beruntung mendapatkannya!”

Tampan? Bagaimana mungkin Yulianah mengatakan ini padaku, padahal aku sama sekali tidak melihat keberadaan suamiku itu. Apakah memang Yulianah bisa melihat perwujudannya sehingga ia berkata demikian?

Aku tak tahu pasti. Yang jelas, aku meyakini kalau Yulianah hanya membohongiku. Buktinya, aku mengalami ketakutan yang teramat sangat ketika di malam Jum’at Kliwon itu suamiku gaibku datang dan ingin menjalankan kewajibannya di malam pertama. Memang, sesuai dengan pesan Ki Badrowi, malam pertamaku dengan suamiku yang genderuwo itu akan dimulai persis pada malam Jum’at Kliwon. Dan, menurut paranormal itu, setelah menjalankan kewajibannya di malam pertama, maka suamiku itu akan memberikan nafkah materinya berupa tumpukan uang dalam jumlah yang lebih dari mencukupi.

Persis di malam Jum’at itu kebetulan di kampung tempatku tinggal sedang ada orang hajatan dengan hiburan musik dangdut. Kedua anakku sejak sore sudah minta ditemani nonton. Karena ada niatan khusus, sudah tentu aku menyuruh mereka pergi nonton sendiri-sendiri. Yang tinggal di rumah ayahku yang terbaring sakit dan ibu yang selalu setia menemaninya.

Menjelang pukul 12 malam kedua anakku pulang, dan mereka tidur di kamar depan. Aku sendiri masih menunggu apa yang akan terjadi. Pintu kamar kukunci rapat-rapat, meski udara malam itu terasa sangat panas dan gerah.

Sesuai dengan pesan Ki Badrowi aku sudah berdandan cantik dengan pakaian yang diaromai oleh minyak khusus pemberian dukun itu, yang baunya cukup menyengat. Aku tak ubahnya seperti pengantin perempuan yang sedang menunggu kehadiran sang pengantin pria untuk menikmati bulan madu.

Menjelang pukul satu dinihari masih tetap tidak terjadi apa-apa. Akupun mulai lelah menunggu. Sambil menahan kantuk kurebahkan tubuhku di atas ranjang. Ketika rasa kantuk sudah mulai menggayuti pelupuk mataku, antara sadar dan tidak aku dikejutkan oleh sesuatu yang terjadi di dalam kamarku.

Aneh sekali, sosok bayangan hitam sepertinya tiba-tiba muncul dari balik dinding. Beberapa saat kemudian bayangan itu semakin mempertegas wujudnya. Ya, seorang lelaki tinggi besar, berbadan hitam sekujur tubuhnya ditumbuhi bulu hitam berkilat. Dan yang sungguh aneh, dia sama sekali tidak mengenakan pakaian walau sehelai benang pun.

Siapakah lelaki tinggi besar ini? Apakah dia genderuwo yang telah sah menjadi suamiku? Mengapa sosoknya sedemikian menyeramkan? Padahal, Yulianah bilang suamiku ini sangat tampan. Apakah Yulianah benar-benar sudah membohongiku?

Berbagai pertanyaan itu mendera batinku. Kulihat lelaki yang sekujur tubuhnya di penuhi bulu tebal hitam itu berdiri sambil memandangi tubuhku. Kemudian pelan-pelan ia menunduk dan tangannya menyentuh pipiku. Aku bergidik dan berusaha berontak, namun anehnya seketika itu tubuhku berubah sangat kaku seperti terpasung oleh suatu kekuatan gaib.

Dengan sangat ketakutan aku hanya bisa pasrah menghadapi sentuhan makhluk itu. Setelah ia menyentuh pipiku, lalu ia mengendus aroma rambutku yang tergerai, lalu hidung dan bibirnya menjalar di permukaan pipi, hidung, bibir dan daguku.

Sejekap kemudian, lelaki menyeramkan itu seperti kalap. Tangannya yang kekar melingkar di sekujur tubuhku, hingga membuat nafasku semakin sesak. Makluk berbulu hitam itu terus menciumku, dan sepasang kakinya yang licin mengkilat itu mengapit kedua belah kakiku dan berusaha mengangkangkannya.

“Tolooong…!!” Aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Namun celakanya mulutku bagai tersumbat. Teriakanku hanya menggema di dalam rongga dadaku.Tangannya semakin liar menggerayangi tubuhku, sebelum akhirnya membuka bajuku dan melepaskan kain yang kupakai. Desah nafasnya yang memburu bagaikan sebuah kekuatan hipnotis yang membuatku hampir saja hilang kesadaran.

Tetapi, Tuhan menyayangiku. Dalam keadaan yang sangat kritis itu tiba-tiba saja mulutku berucap dengan lantang, “Astagfirullah…Allahu Akbar…Laa Khaula Walaa Kuwwata Illah Billah…!!”

Ya, sekali ini suara itu benar-benar keluar dari mulutku. Dan yang terjadi di hadapanku sungguh sebuah kenyataan yang sulit dimengerti.

Mendadak saja lelaki telanjang dan berbulu lebat itu terpental dari atas tubuhku, sambil mengerang keras seperti seekor anjing yang terluka. Bersamaan dengan itu tubuhku yang semula kaku dapat digerakkan kembali. Spontan aku melompat dari tempat tidur sambil menjerit-jerit memuji kebesaran Allah.

“Laa Ilaaha Illallah…Allahu Akbar…Subhanallah…!”

Pujian-pujian itu keluar begitu saja dari mulutku, dengan suara yang lantang. Sama seperti kejadian semula, sosok makhluk itu lalu hilang seolah masuk ke dalam dinding.

Tak lama kemudian kedua anakku menggedor-gedor pintu sambil memanggil-manggil “mama”. Ketika pintu kubuka mereka langsung berhamburan memelukku dan langsung bertangisan.

“Apa yang terjadi, Ma?” tanya Angga, anak sulungku.

Aku hanya menggeleng-geleng sambil membiarkan air mataku mengalir deras membasahi sekujur wajahku. Sungguh aku tak kuasa menjelaskan semua ini kepada kedua anakku. Aku tak ingin melukai perasaan mereka. Aku tak ingin mereka menudingku telah melakukan kesesatan hanya karena tak tahan menanggung kesusahan hidup….

Siang setelah malamnya mengalami kejadian aneh tersebut, Yulianah datang menemuiku dan mengatakan kalau aku telah gagal dalam melakukan ritual.

“Biarlah kujalani kehidupan seperti ini, Yul! Aku tak ingin lagi melakukan ritual kawin dengan genderuwo itu,” kataku setelah mendengar penjelasan Yulianah.

Meski mengaku kecewa, namun Yulianah cukup mengerti dengan perasaanku. Sebagai sahabat, ia juga meminta agar aku tidak sungkan-sungkan meminta bantuan padanya bila aku memerlukannya. Namun sejujurnya, aku tak pernah berani meminjam uang kepada sahabatku ini walau dalam keadaan sesulit apapun. Ini semata-mata kulakukan karena aku takut sesuatu akan terjadi terhadap diriku.

bayangan lelaki alam gaib itu masih sering menghantuiku. Ia sering datang dalam mimpiku dan menagih malam pertamanya padaku.

Sumber : http://www.majalah-misteri.net/

Senin, 04 Maret 2013

NASA Sembunyikan Misteri Di balik Kota Mekah


klenikmisteri.blogspot.com - Dalam Firman Allah SWT sudah jelas disebutkan : “Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat bagi manusia.” (Surah Maa’idah: 97)


“Neil Amstrong telah membuktikan bahwa Ka'bah di kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi.”


Sebenarnya di dalam Al-Quran terlebih dahulu membicarakan pernyataan ini, sebagai hamba Allah yang diberikan akal fikiran perlulah meneliti dan berfikir dibalik rahasia-rahasia yang terkandung didalam ayat-ayat suci Al-Quran .

Diantara Kalam-kalam Allah Swt,  mengenai Mekah sebagai Pusat Bumi sebagaimana Firman Allah SWT disebutkan :
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan sekalian penduduk dunia di sekelilingnya (negeri-negeri di sekelilingnya).” (asy-Syura: 7)


Kata “Ummul Qura” berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya, menunjukkan Mekah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya.


Lebih dari itu, kata “ummu” (ibu) mempunyai arti yang cukup penting dan luas di dalam peradaban Islam. Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Mekah juga merupakan sumber dari semua negeri lain serta keunggulan di atas semua kota.

Allah SWT berfirman :
“Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembusi (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusinya kecuali dengan kekuatan (ilmu pengetahuan).” (ar-Rahman: 33)

Kata “aqthar” adalah bentuk jamak dari kata “qutr” yang berarti diameter, dan ia mengacu pada langit dan bumi yang mempunyai banyak diameter.


Berdasarkan ayat ini dapat difahami bahawa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Mekah berada di tengah-tengah bumi, dengan itu berarti bahawa Mekah juga berada di tengah-tengah lapisan-lapisan langit.


Selain itu ada hadis yang menerangkan bahawa Masjidil Haram di Mekah, tempat kaabah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan yang membentuk bumi.

Nabi Muhammad SAW bersabda maksudnya: “Wahai orang-orang Mekah, wahai orang-orang Quraisy , sesungguhnya kamu berada di bawah pertengahan langit.”


Berdasarkan penelitian di atas, bahawa Mekah berada pada tengah-tengah bumi (pusat dunia), maka benar-benar diyakini bahawa Kota Suci Mekah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. – (Dipetik dari Eramuslim “Makkah Sebagai Pusat Bumi” Oleh Dr. Mohamad Daudah).


Neil Amstrong membuktikan bahwa kota Mekah yang terletaknya Ka'bah adalah pusat kepada planet Bumi, sedangkan Al-Quran sejak 1400 tahun yang lalu telah berbicara mengenai kota Mekah dan ka'bah adalah pusat bumi ini.


Ketika kali pertama Neil Amstrong melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, dia berkata, “Planet Bumi ternyata bertumpu di area yang sangat gelap, dan di manakah ia berpusat?.” Fakta ini telah diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah.


Para angkasawan telah menemui bahawa planet Bumi itu mengeluarkan satu radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayangnya 21 hari kemudian website tersebut hilang dan seperti ada alasan tersembunyi di balik penghapusan laman web tersebut.


Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyatalah radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, dan tepatnya berasal daripada Ka'bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berakhir). Perkara ini terbukti ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjutan. Para peneliti Muslim mempercayai bahawa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka'bah di planet Bumi dengan Ka'bah di alam akhirat.


Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, terdapat suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, di mana apabila kita mengeluarkan kompas di kawasan tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali kerana daya tarikan yang sama besar antara kedua kutub tersebut.


Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka dia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka'bah, maka seakan-akan diri kita dicas oleh suatu tenaga misteri yang menyebabkan kita bertenaga ketika mengelilingi ka'bah dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

Penelitian lainnya menyatakan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa terapung di air. Di sebuah museum di negara Inggris, terdapat tiga buah potongan batu tersebut (dari Ka'bah) dan pihak museum juga mengatakan bahawa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem suria kita.

Rasulullah SAW bersabda:
“Hajar Aswad itu diturunkan dari syurga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam.” (Jami’ al-Tirmidzi al-Hajj)


“Hajar Aswad dari batu-batuan Syurga dan tidak ada suatu benda di bumi yang turunnya dari Syurga selain batu itu.” (HR. Thabrani)

Wallahu’alam….

Sumber :http://www.harian-metro-online.com/nasa-menyembunyikan-misteri-di-sebalik-kota-mekah